Langsung ke konten utama

CHATTING

*Fiksi*

Senin, 12 April 2010, 21.00 WIB
Kukenakan baju tidur setelah tetesan-tetesan hangat dari shower
mengembalikan kesegaranku. Kunyalakan laptop kembali. Bukan melanjutkan
pekerjaan. Aku tak se-workaholic itu. Malam adalah waktunya Berkelana di dunia
maya. Meski dengan Blackberry tak terbatas waktuku, tapi lebih nikmat
memandang layar laptop yang lebar, pada jam-jam yang senyap dan tanpa
gangguan.

Beberapa kontak Yahoo!Messenger terlihat masih online. Kuarahkan krusor
dan mengklik satu kontak, Fahri_gunawan. Seseorang yang sering menemaniku
bergadang akhir-akhir ini.
“Haloo..lagi ngapain nih”
“Halo Andri, baru menyelesaikan bahan presentasi besok”
“Ada produk baru?”
“Nggak sih, tapi mau ekspand ke beberapa area baru”
“Ooo.. kapan nih tugas ke Surabaya?”
“2 bulan lagi kami rencana ke sana, tapi nggak lama. Hanya 3-4 hari”
“Nggak apa-apa, nanti aku bisa ke tempatmu”
Percakapan terhenti agak lama. Belum ada balasan dari Fahri. Mungkin dia
sedang sedang melanjutkan pekerjaannya.
Tigapuluh menit berlalu.

“Kenapa Persahabatan Bisa Putus ?
Karena kadang kita sama-sama berpikir : Ah, mungkin dia lagi sibuk. takut
menganggu. Lama-kelamaan menjadi cuek. Akhirnya muncul pemikiran : Ngapain
sih, aku yang menghubungi dia duluan ?! Kalo sudah begini, cinta kasih dalam
persahabatan sudah berkurang. Akhirnya tidak ada lagi hubungan.
Itu menjadi alasanku, kenapa aku mengirimkan message ini.
Itu tandanya, aku ngak pernah lupa sama kamu.
Kawan baik adalah mimpi yg dirindukan siapapun.”
“Bagus banget. Karangan siapa?”
“Yang jelas, bukan karanganku he..he..”
“Percaya, mana bisa Andriani Suryawan bisa membuat kalimat buat sebagus itu”
“Awas ya! Ngambek nih..”
“Eit..iya deh maaf, nanti aku nggak punya temen sebawel kamu lagi ha..ha..ha... ”
“Fahriii…Awas yaaa”

Selasa 13 April 2010, 05.16 WIB
Kumatikan alarm blackberry yang berdering kedua kalinya. Dengan kantuk
yang masih melekat, kupaksakan mata ini terbuka. Barangkali ada pesan masuk
atau pembertahuan facebook. Lalu kuarahkan trackball ke ikon messenger.
“Selamat pagi. Permisi, mau antarkan paket sarapan pagi : sepiring kebahagiaan,
segelas sukacita dan semangkuk kasih sayang serta kesehatan “
“Thanks Dri. Eh, kirim gambar apa semalam ?
“Lho? Memang nggak kelihatan ya emailku?”
“Kelihatan. Maksudku banyak amat gambar love nya? Buatku ?”
“He..he..he..iya dong”
“Sedang fall in love nih ?”
“Iya dong yeee hehehehe”
“Ih, malu-malu gitu. Serius??”
“Ah kau Riii.. Nggak usah dibahas deh! He..he..he.”
Sial ! Apa yang ada kulakukan semalam? Email itu begitu cepat terkirim tanpa
kupikir lebih panjang. Hanya sebuah gambar hati merah jambu yang kudownload
dari sebuah situs animasi. Entah kenapa, begitu lancar kuketik nama Fahri dalam
kolom si penerima. Oh God !

Senin 19 Juli 2010, 21.30
Sudah sebelas bulan malam-malamku tak lagi sepi sejak kutemukan kembali
Fahri melalui facebook. Bukan teman istimewa. Kami nyaris tak pernah berbincang
di sekolah. Setidaknya itu dulu. Pembicaraan kami mengalir begitu saja, ringan
dan nyaman. Fahri penggemar gadget dan aku banyak belajar darinya. Tidak ada
yang istimewa. Tapi mengapa aku tak ingin melewatkan satu malam tanpa
menyapanya? Sayang, aku tak terlalu leluasa. Ada malam-malam dimana kami
harus saling mengerti privasi masing-masing. Walau yang sering terjadi, aku
menahan diri dan tetap memanggilnya.
Buzz!!. "Tok..tok..tok..!"
Lama tak ada jawaban. Mungkin dia sudah tidur.
"Hai Andri, ada apa? Belum tidur?"
"Kau seperti nggak tahu, mana bisa aku tidur sebelum jam 2. Lagi dimana ini Ri?"
"Cianjur, ada tugas 3 hari "
"Kapan ke Bandung?"
"Lusa. Sudah kangen Tya dan anak-anak"
"I see.."
"Sammy nggak pulang?"
"Sabtu sore, seperti biasa"
"Ginilah kerja jauh dari keluarga."
”Makanya aku temani kau begadang..he.he"
“Aku udah ngantuk Ndri, besok berangkat pagi"
"Oke deh, selamat bobo yaa. See you tomorrow "
Kututup jendela messenger. Tidak banyak percakapan malam ini. Tidak seperti
malam-malam sebelumnya. Mungkin dia memang sedang lelah. 

Rabu, 21 Juli 2010 22.45
“Semalam nggak online Ri?”
“Aku invisible Ndri,”
“O, kukira kau masih di Cianjur”
“Paginya iya, mendadak pengen pulang”
“Masih capek?”
“Sudah nggak, semalam dipijat Tya”
“Anakku juga lagi sakit.”
“Oya? Siapa ? si kakak atau adik?”
“si Kakak. Adik udah mendingan”
“Mudah-mudahan Sammy juga nggak sakit.”
“Senin pagi pas dia berangkat masih sehat. “
“Mudah-mudahan virusnya nggak nular YM”
“Ha ha ha..nggak lah…Kecuali kalau kita ketemu. Kapan kita ketemu Ri?”
“Ketemu?”
“Iya. Hampir setahun berjalan kan?Dan kita belum pernah bertemu”
“Mungkin nanti saat liburan kami bisa main ke Surabaya. Sekalian kukenalin
dengan Tya dan anak-anak.”
“Hmm..masih lama. Tapi janji yaa”
“ Sudah ya,, Tya memanggil. Semoga anak-anakmu cepat sembuh”
“Trims”
Kudekati tempat tidur Nadia. Gadis kecil itu sedang pulas setelah minum
obat. Tubuhnya masih agak demam. Aku belum memberi kabar pada Sammy
tentang Nadia. Entahlah, kenapa aku enggan mengganggunya malam-malam
hanya untuk memberitahukan hal yang kurasa bisa kuatasi sendiri.
Tadi pagi Sammy sudah mengirimkan sms akan pulang hari sabtu. Informasi
yang mestinya tak perlu disampaikannya lagi. Bukankah itu sudah menjadi rutinitas
selama 2 tahun Sammy dipindah tugaskan ke Malang.
Rabu 28 Juli 2010, 00.10 WIB
Buzz !
“Sudah bobo ya?, biasanya betah lama..”
“Capek Ndri”
“Dari lapang ya?”
“Nggak. Habis main sama anak-anak”
“Hah? Ooo..kau lagi di Bandung rupanya. Kok nggak bilang sih?”
“Kenapa mesti bilang ke kamu Dri?”



“Fahri ?”
“Ini Tya. Andri..sudah sangat malam. Please, beri kami ketenangan pada malam-
malam kami. Saat-saat private kami”
Butuh waktu sekian menit bagiku memahami situasi ini. Kemana Fahri? Kenapa
blackberrynya ada pada Tya?
“Tya, apa maksudmu?”
“Kenapa selalu malam Ndri? Kurasa itu kurang pantas”
“Tya, kamu mencurigaiku ? Kecurigaan itu tidak berdasar”
“Aku tidak curiga, tapi aku terganggu”
“Sorry kalau aku mengganggu. Kukira malam ini Fahri tidak di Bandung”
“Apakah kau tahu jadwalnya setiap malam? Nggak kan? Jadi anggaplah setiap
malam dia selalu bersamaku. Kalau siang, aku tidak berkeberatan kalian chatting”
“Nggak Tya..”
“Nggak apa?”
“Aku nggak akan ganggu Fahri lagi. Setelah ini kuhapus kontak Fahri dari listku”

Klik! Kuhapus Fahri dari daftar messenger. Terlalu cepat bagiku untuk
mengerti. Pengganggu? Orang ketiga? Penggoda? Sebutan sebutan itu terasa
ditujukan buatku walau Tya tidak menyebut itu. Tapi mengapa aku? Bukan aku
sendiri yang chatting dengan Fahri.
Mengapa secepat itu kuhapus kontaknya. Apakah ini penyesalan? Atau
ketakutan? Kenapa aku mundur? Apa anggapan Fahri? Marahkah padaku?
Atau pada Tya?
Kepalaku mendadak seperti ditekan dari dua sisi tanpa berdaya untuk
bergerak. Dadaku penuh sesak ribuan kubik udara yang ingin segera
kuhembuskan. Entah karena tuduhan itu, atau karena kutahu malam-malamku
mendatang akan kembali sepi. 

Surabaya, Jumat 30 Juli 2010, 23.40 WIB
Tunai sudah tugasku hari ini. Setidaknya aku masih sempat bermain dengan
Nadia dan Fio. Pandangan keduanya seakan tak pernah puas karena aku selalu
pulang hanya satu jam sebelum waktu mereka tidur.

Kubuka laptop, kemudian jendela messenger. Ada sebuah nama yang selalu
tampak online. Lama aku tidak menyapa Suamiku sendiri.
“Mas sudah bobo?”
“Belum, Say. Tumben nih, ngajak chatting malam-malam. Biasanya sudah tidur
bareng anak-anak”
“Lagi kangen..boleh dong sesekali chatting”
“Tentu Sayang, Mas juga kangen. Anak-anak sehat? Nggak sabar nunggu 2 hari
lagi bertemu kalian”
“Sehat Mas. Aku juga sudah nggak sabar. Nanti kumasakin rendang bebek
kesukaan Mas yaa..”
“Oke, istirahatlah, besok kecapekan lho..”
“ Bye mas Sammy..”
Kurebahkan tubuhku diantara Nadia dan Fio. Kucoba menutup mata, tapi
jendela messenger itu tetap membayang. Beberapa nama masih tampak online,
kecuali satu kontak yang tak lagi terlihat.

Bandung, Kamis, 29 Juli 2010, 22.30 WIB
Mendung belum merelakan titik-titik airnya turun. Suhu udara terasa lembab
dan gerah. Namun dua orang lelaki dan perempuan tetap berpelukan. Tangan
mereka saling meremas, merajut percakapan nyata.
“Mas, aku minta maaf. Karenaku, Andri menghapus Mas Fahri dari kontaknya.
Aku tak bermaksud memutus persahabatan kalian. Aku hanya merasa perlu
menyampaikan keberatanku”
“Sudahlah Dik. Aku tidak masalah. Jangan dikira aku merasa kehilangan dia.
Tidak. Dulu dia yang memulai. Bagiku tak ada beda. “
“Iya mas, aku percaya”
Dan pelukan mereka semakin erat.
*****

Cerpen ini pernah mau dikirim ke femina tapi tidak jadi.

Komentar