Langsung ke konten utama

Diary Ibu : Bekerja Kembali Demi Si Kecil


Murtiyarini, 34 tahun. Karyawati Institut Pertanian Bogor. Menikah dengan Ari Budiawan 35 tahun , dikaruniai putri Cinta Ing Larasati (6 tahun) dan Asaku Mulia (1 tahun)

Untung Ada Penitipan Anak
Satu minggu menjelang cuti melahirkan usai, mendadak asisten rumah tangga berhenti bekerja. Bisa dibayangkan bagaimana paniknya saya memikirkan siapa yang akan mengasuh anak selama saya bekerja. Berhenti bekerja bukanlah hal yang saya harapkan.

Bertepatan denga itu saya mendapat informasi adanya tempat penitipan anak di dekat kantor. Saya lega sekali. Setelah melakukan observasi, saya percayakan pengasuhan anak saya di tempat penitipan anak (daycare) Agriananda, tepat sejak anak saya berumur 3 bulan.

Dukungan Suami dan Perjuangan Ibu Bekerja

Banyak pertentangan yang terjadi dalam diri saya ketika memilih untuk tetap bekerja. Perasaan bersalah ketika berangkat bekerja, diiringi tatapan mata sedih dari anak selalu memberatkan langkah ini. Belum lagi orang-orang yang saya jumpai di jalan memandang dengan tatapan heran, sinis, kasihan atau menyalahkan saya membawa bayi perjalanan jauh. Mungkin hanyalah perasaan saya yang terlalu sensitif, tapi itulah yang saya rasakan.

Di suatu kesempatan saya merasa sangat bersalah, terutama kalau anak sakit. Disaat lain saya merasa sangat bangga dan senang melihat anak tumbuh menjadi anak pintar, kuat dan mandiri. Dilema ini terjadi terus menerus, namun saya menegarkan hati bahwa menjadi ibu yang bekerja adalah pilihan terbaik bagi saya dan keluarga. Kegalauan satu persatu terlalui berkat dukungan suami.

Alasan tetap bekerja

Saya sudah berpikir seribu kali sebelum memutuskan kembali bekerja. Memang, anak akan lebih baik jika bersama ibunya di dua tahun pertama usianya. Tapi mampukah saya menjadi ibu yang ideal tersebut? Saya telah terbiasa sibuk di luar rumah. Satu hari dirumah terus menerus membuat saya jenuh. Kejenuhan ini bisa berdampak buruk pada mood dan sikap saya dalam mengasuh anak. Bukan saya tidak senang bersama anak, tapi saya tidak memungkiri memiliki rasa lelah dan jenuh jika seharian di rumah. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menjadi ibu ideal. Dan saya, bekerja disiang hari akan memperbaiki mood saat perjumpaan dengan anak. Anak akan merasa setiap pertemuan dengan ibunya menyenangkan. Toh saya bekerja dengan jam kerja yang tetap, sehingga tidak banyak waktu dan energi tersita.

Meskipun bukan alasan utama, bekerja mendatangkan income cadangan dan tabungan untuk keluarga. Sebenarnya income dari suami sudah sangat cukup, namun memiliki income pribadi membuat saya lebih leluasa membeli sesuatu. Bukan berarti untuk sombong, tapi sekedar untuk meningkatkan rasa percaya diri dan eksistensi pribadi.

Anak-anak saya kini terbiasa untuk mandiri. Dengan tidak ada asisten rumah tangga, kapasitas saya untuk melakukan pekerjaan rumah juga terbatas. Saya harus pandai menyiasati agar semua hal terselesaikan dengan cepat, praktis namun hasilnya optimal. Saya memasak sekaligus banyak dan kemudian saya simpan. Sedari kecil anak-anak saya biasakan terlibat dalam membereskan rumah, juga bagaimana mengajarkan anak-anak untuk bisa mandiri seperti memakai baju sendiri, makan sendiri, dan mandi sendiri. Beberapa orang melihat kasihan pada anak-anak saya, tapi sebenarnya mereka bahagia dan bangga bisa melakukan banyak hal sendiri.

Dengan terbiasa melihat sang mama bekerja, saya berharap anak-anak saya mempunyai jiwa etos kerja yang baik. Saya ingin mengajarkan kepada anak-anak saya bagaimana menjadi pribadi yang mandiri dan cinta keluarga.

Komentar