Langsung ke konten utama

Optimalkan Peranan PT Jamsostek dalam Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Sektor Informal

Oleh : Yudianto,
ketua studi perkotaan

Kompasiana, OPINI | 26 November 2011 | 10:25


Lama sudah, PT Jamsostek (Persero) menawarkan program asuransi sosial bagi tenaga kerja – luar hubungan kerja (TK-LHK). Program tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja sektor informal pada saat kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya berbagai risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Program ini mulai digelindingkan, sejak munculnya Permenaker No.24/VI/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja yang mengatur perlindungan bagi pekerja informal.

Hanya saja, sampai akhir 2010 berdasar data dari PT Jamsostek, baru ada 125.032 pekerja informal yang menjadi peserta. Padahal, saat itu data BPS menunjukkan pekerja di sektor informal sebanyak 75,3 juta orang.

Itu berarti masih ketimpangan yang signifikan antara peluang pasar dengan kinerja PT Jamsostek (Persero), khususnya dalam konteks kemampuan mendapat anggota baru di sektor informal.


Sumber Masalah

Sementara ini, ada banyak argumentasi yang bisa dikemukakan tentang minimnya jumlah peserta Jamsostek dari pekerja sektor informal. Salah satunya adalah kekurangoptimalan dalam mengelola komunikasi korporat.

Hal itu setidaknya tercermin dari survey terhadap dua ratus orang pekerja di sektor informal yang bergerak di bidang jasa dan perdagangan di dua kota. Yakni Semarang representasi kota besar dan Kudus mewakili kota kecil. Survey itu menyasar para pedagang dan penjual jasa di lingkungan beberapa pasar, Termasuk pedagang kaki lima, petugas parkir tidak resmi, tukang becak, pedagang asongan, sopir angkota, kuli panggul di pasar, tukang becak, tukang pijat dan kerok di pasar dan lain-lain. Di dalam survey tersebut ditemukan beberapa fakta menarik :

Dari 200 responden yang dijadikan sampel, 92% belum pernah mengetahui adanya program Jamsostek yang bisa melayani keberadaraan mereka. 90 % responden merasa butuh perlindungan terhadap resiko usaha / kehidupan. 86% dari responden enggan berhubungan dengan jasa asuransi.

Walaupun hasil survey itu bukan cerminan kondisi riil sektor informal secara nasional, tetapi dari sana sesungguhnya bisa dilihat berbagai fenomena sosial yang tak terbantahkan, antara lain:

Pertama, kalangan pekerja informal kurang mendapat informasi yang cukup komphensif tentang layanan Jamsostek. Mayoritas secara tegas mengaku tidak pernah tahu bahwa PT Jamsostek (Persero) menawarkan layanan kepada mereka. Bahkan beberapa di antara mereka merasa confuse antara Jamsostek dengan Jamkesmas.

Kedua, pekerja informal butuh perlindungan terhadap resiko dalam pekerjaan atau kehidupan mereka. Hanya saja mereka tidak tahu secara persis bagaimana mengurangi tingkat resiko yang mungkin akan diterimanya. Akibatnya, yang muncul, sikap pasrah kepada nasib, karena faktor ketidakberdayaan.

Ketiga, adanya keengganan dan kekhawatiran di kalangan pekerja informal untuk berhubungan dengan jasa asuransi. Sikap itu, sering kali hanya karena prasangka. Akan tetapi, banyak responden yang mengungkapkan, bahwa keengganan mereka karena adanya berita di mass-media tentang berbagai kasus jasa asuransi yang ingkar bayar klaim atau mempersulit pembayaran klaim nasabah.


Berbagai Upaya

Bila melihat akar persoalan dari minimnya jumlah peserta Jamsostek di kalangan pekerja sektor informal, serta kaitan dengan langkah mengoptimalkan peranan Jamsostek dalam peningkatan kesejahteraan pekerja, maka ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Di antaranya adalah :

1. 1. Layak dilakukan transplatasi motivasi

Secara dikotomis, sesungguhnya PT Jamsostek melayani dua segmen yang berbeda, yakni sektor formal dan informal. Ada tantangan tersendiri bagi Jamsostek untuk bisa melayani secara optimal dua segmen tersebut, mengingat, keduanya memiliki karakterisitik yang berlainan.

Di sektor formal, upaya menggugah kesadaran dan membangkitkan motivasi untuk bergabung Jamsostek, diarahkan kepada para pengusaha , sehingga ungkapan “Jamsostek : hak pekerja, kewajiban pengusaha”, kiranya cukup relevan dijadikan acuan.

Sebaliknya, bila bersinggungan dengan sektor informal, ungapan tersebut menjadi kurang relevan, karena justru karyawan sendiri yang mengeluarkan biaya untuk membayar premi/iuran bagi dirinya sendiri. Berpijak dari perbedaan frame berpikir itulah, maka perlu dilakukan pergeseran pesan komunikasi yang digunakan untuk menggugah kesadaran bagi pekerja informal, Bisa jadi jargon yang digunakan menjelma “Jamsostek : hak keluarga, kewajiban pekerja”

2. 2. Perlu dilakukan perubahan strategi komunikasi

Selama ini pola komunikasi korporat lebih menekakan pada komunikasi formal dengan beragam dukungan teknologi, termasuk termasuk teknologi internet. Terbukti, langkah tersebut kurang efektif bila ditujukan pada kelompok pekerja informal.

Karena itulah, agar hasil lebih optimal dalam menjalin komunikasi, maka diperlukan perubahan strategi komunikasi. Jamsostek layak melakukan fine-tuning dalam sosialisasi program, sehingga layanan yang tertuju pada pekerja informal bisa memperoleh respon yang optimal.

Begitu pula saat melakukan penetrasi pasar. layak bekerja sama dengan para pemimpin informal ataupun individu yang dituakan dari berbagai asosiasi pekerja informal. Semisal paguyuban penarik becak, asosiasi pedagang kaki lima, asosiasi pedagang bakso, persatuan pengojek, asosiasi kuli angkut pelabuhan dan sebagainya.

Lewat pengaruh pribadi yang dimiliki para pemimpin informal, berbagai kendala psikis dan teknis yang mungkin ada dalam suatu komunitas, seringkali jauh lebih mudah untuk diatasi

3. 3. Tak sekedar member informasi, tetapi lebih difokuskan untuk edukasi

Mengingat keragaman latar belakang dan tingkat pendidikan para pekerja informal yang sangat bervariatif, menggarap pangsa pasar ini, PT Jamsostek (Persero) hendaknya melakukan pendekatan dengan teknik komunikasi yang cantik.

Hal tersebut harus dilakukan demi terhindar layanan BUMN ini dari stereotype negatif jasa asuransi “rajin memungut premi dan enggan membayar klaim” yang selama ini beredar di masyarakat.

Kegagalan menghindar dari stereotipe negatif itu, berarti PT Jamsostek (Persero) akan mengalami potential loss yang sangat besar untuk meningkatkan pangsa pasar di sektor informal ini.

4. 4. Meredifinisikan nilai guna layanan

Sudah selayaknya, nilai guna layanan Jamsostek dari hari ke hari layak di redifinisikan. Melihat tantangan dan resiko sosial yang dihadapi para pekerja informal, maka sudah waktunya menawarkan nilai guna lebih dari layanan. Jamsostek tak hanya memberikan santunan di hari tua ataupun santunan kematian, tetapi juga menyediakan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup pekerja sektor informal dan keluargannya. Semisal, pemberian pinjaman bunga rendah untuk modal usaha kepada peserta dari sektor informal yang telah memiliki kualifikasi spesifik. Bisa jadi, parameter yang digunakan seperti keanggotaannya sudah berlangsung lima tahun ataupun pembayaran iuran yang tidak pernah melampui masa jatuh tempo.

5. 5. Menghilangkan berbagai restriksi yang memberatkan

Berbagai ketentuan yang jelas-jelas masih memberatkan dan membuat peserta dari sektor informal tereliminasi mendapatkan manfaat tambahan, perlu ditiadakan. Semisal ketentuan adanya perusahaan penjamin dalam pemberian pinjaman uang muka perumahan bagi peserta dari sektor informal dan sebagainya.

Dengan menghilangkan berbagai restriksi, berarti memperlebar peluang peserta Jamsostek untuk memperoleh manfaat tambahan. Berarti pula memperbesar prosentase peranan PT Jamsostek (Persero) dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor informal.

6. 6. Mengembangkan oportunitas meningkatnya penghasilan peserta

Dalam melakukan sosialisasi, edukasi dan perekrutan peserta/anggota baru, sebisa mungkin PT Jamsostek (Persero) melibatkan peserta lama terpilih untuk menjadi duta perusahaan di tiap-tiap komunitas mereka. Dengan pola sinergis semacam ini, diharapkan secara langsung memberikan kesempatan penambahan penghasilan bagi setiap peserta yang ditunjuk.

Dengan semangat yang relatif sama, keterlibatan peserta lain yang tidak ditunjuk tetapi dengan secara sukarela berkiprah dalam masalah sosialisasi, edukasi dan perekrutan peserta yang baru, juga layak dipertimbangkan untuk diijinkan dan diberikan reward system yang progresif.

Andai berbagai hal itu ditempuh, maka ada peluang emas meningkatkan peranan PT Jamsostek (Persero) dalam upaya menyejahterakan pekerja, khususnya pekerja sektor informal.

Akhirnya, buat PT Jamsostek (Persero), “ Dirgahayu ke-34. Semoga tekadmu untuk melindungi dan menyejahterakan pekerja tetap mewarnai perjalanan bangsa ini menuju kemakmuran yang berkelimpahan rahmad Illahi.”


*Direktur Polibisnis WAH & Ketua Studi Perkotaan.

Inilah tulisan Juara 1 Lomba Jurnalistik Jamsostek Kategori umum

Komentar