Langsung ke konten utama

KE ANCOL, SEHARI TIDAK PERNAH CUKUP

Saya pernah merasakan mempunyai mimpi ingin melihat ibukota Indonesia dengan berbagai ikon yang dimilikinya: Monas, Masjid Istiqlal, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Impian Jaya Ancol, Blok M dan Pekan Raya Jakarta. Tempat-tempat itulah yang terbayang setiap kali nama Jakarta disebut. Saya dulu hanya melihatnya dari berita-berita di televisi dan film Catatan Si Boy. Hanya mimpi, karena saya kecil dan remaja di Trenggalek, sebuah kota kecil di Jawa Timur.  Ke Jakarta artinya menempuh perjalanan yang panjang dan lama. Mungkin sama seperti saya, begitulah mimpi-mimpi anak-anak daerah melihat ibukota. Apalagi sekian tahun berselang, semakin banyak ikon ibukota yang melambai-lambai untuk dikunjungi.

Takdir membawa saya menetap di kota Bogor. Sebagai warga Bogor, jalan-jalan ke Jakarta ibaratkan tinggal melangkah setapak kaki. Jarak Jakarta-bogor memang relatif dekat. Apalagi dengan transportasi umum sudah bisa mengakses tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan.  Yang membuat perjalanan pendek itu terasa lama adalah macetnya. 

Saya ke Jakarta untuk urusan kantor, rekreasi dan belanja.  Paling sering memang untuk rekreasi. Di saat akhir pekan warga Jakarta berbondong-bondong ke kawasan Bogor dan Puncak, saya dan keluarga melawan arus, kami memilih ke Jakarta.  Akhir pekan jalanan di Jakarta relatif lebih sepi. Namun begitu, tempat-tempat wisata tetap saja ramai.  Maklum, yang datang ke Jakarta bukan hanya warga sekitarnya saja, melainkan dari berbagai penjuru tanah air, dan bahkan dunia.   



Saya sudah pernah mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah, Pekan Raya Jakarta, Masjid Istiqlal, Monas dan Taman Impian Jaya Ancol.  Dari sekian yang pernah saya kunjungi, Ancol adalah pilihan favorit. Terbukti, sejak masa kuliah dulu hingga sekarang, Ancol sudah saya kunjungi berulang kali. 


Pertama kali pergi ke Dunia Fantasi Ancol bersama teman-teman pada masa kuliah. Tepatnya tahun 2000. Berbekalkan uang pas-pasan, kami mengejar untuk mendapatkan tiket promo terusan Dunia Fantasi yang hanya Rp.8.000,- per orang.  Bandingkan dengan harga sekarang ya?

Begitu memasuki kawasan Dunia Fantasi, rombongan kami menyerbu ke permainan Kora-kora, sebuah perahu besar yang berayun-ayun. Awalnya saya ragu-ragu, tapi teman saya membujuk.  Katanya kalau mau mencoba permainan di Dunia Fantasi harus berani mencoba tantangan naik Kora-kora. Pada ayunan pertama saya hanya meringis, namun pada ayunan selanjutnya saya menjerit dan menangis.  Hahaha...kapok kalau ingat masa itu.  Ternyata, saya tidak cukup punya nyali untuk permainan seperti ini. 

Kemudian saya mencoba permainan Arung Jeram, Bianglala, Bom-bom Car dan Film 3 Dimensi.  Giliran permainan Halilintar alias roaler coaster, saya memilih melihat dari bawah.  Saya lihat teman-teman saya turun dengan mata seperti orang bengong, mungkin sedang merasa pening, hahaha...



Dan inilah cerita terbaru kunjungan saya ke Ancol tahun 2011



Kali ini bersama suami dan anak-anak.  Tercatat di tahun 2012, saya dua kali ke Ancol pada jeda waktu kira-kira sebulan.  Saat itu harga tiket terusan Dunia Fantasi Rp.180.000, per orang.  Berharap dengan harga tiket yang tidak murah kami bisa menikmati sebanyak mungkin wahana permainan.

Pada kunjungan pertama, kami tiba di Ancol sekitar pukul satu siang.  Kami langsung ke Dunia Fantasi.  Karena akhir pekan, antrian setiap wahana permainan terlihat sangat panjang.  Kami bermain di wahana yang cocok untuk anak-anak, antara lain istana boneka, komidi putar, biang lala, dan satu yang sedikit menantang yaitu arung jeram.  




Tak terasa waktu sudah hampir sore.  Hanya beberapa wahana yang sempat kami nikmati, karena waktu habis untuk mengantri.  Sebagai penutup, kami naik perahu di sebuah danau.  Namun rupanya fasilitas ini berbayar, karena bukan bagian dari manajemen Dunia Fantasi, melainkan dikelola oleh pihak ketiga.  Baiklah, tidak masalah meskipun harus mengeluarkan biaya Rp.20.000,- untuk satu kali naik, yang penting anak-anak senang tanpa harus mengantri.



Selang satu bulan kemudian, kami kembali mengunjungi Ancol. Mumpung masih dalam suasana liburan hari raya.  

Merasa kurang lama di kunjungan sebelumnya, kali ini kami datang ke Dunia Fantasi pukul 8 pagi. Saya kira pintu masuk sudah akan dibuka pukul 9 pagi.  Ternyata saya salah.  Pintu masuk Dunia Fantasi dibuka pada pukul 11.00 wib.  Artinya kami masih harus menunggu selama sekitar 3 jam.

Selain saya dan keluarga, banyak rombongan calon pengunjung yang lain sama-sama menunggu pintu dibuka. Untuk menghabiskan waktu, saya dan anak-anak berjalan di koridor dari pintu tiket luar ke pintu bagian dalam di depan Balai Kota Intan.  

Perlu saya informasikan, sekarang Dunia fantasi banyak berbenah.  Di koridor menjelang pintu masuk kita disambut dengan pilar-pilar besar bergambarkan kartun animasi tokoh-tokoh Dufan Defender.  Ada Kabul (katak bulat), dan Garin (Garuda Indonesia) .




Agak ke dalam ada taman yang luas dengan kursi-kursi taman yang nyaman untuk bersantai.  Di beberapa titik terdapat mesin penjual minuman otomatis.  Itu loh, mesin yang begitu kita masukkan uang sesuai yang diminta akan keluar minuman sesuai tombol mana yang kita pencet. Cuaca Ancol yang panas diredam dengan kipas blower yang menghembuskan rintik-rintik embun yang sejuk.  Dan untuk menghibur calon pengunjung yang menunggu pintu dibuka, tersaji hiburan live musik dari band yang menyanyikan lagu-lagu hits tahun 1970-an bersama penari-penarinya.  Mereka mengajak para penonton untuk ikut turun menari dan menyanyi.  Sebagian pengunjung terlihat tengah asyik berfoto dengan badut-badut Dufan. 




 Tak terasa juga, pukul 11.00.  Pintu gerbang di Balai Kota Intan dibuka.  Antrian sudah memadati pintu gerbang.  Dan saya beruntung, karena menggunakan voucer khusus jadi tidak ikut antri, melainkan melalui pintu masuk dari Kantor Fatahilah.  



Kami langsung menghambur ke (lagi-lagi) Istana Boneka.  Hehehe...tidak bosan kok, karena di sana anak-anak saya benar-benar terhibur.  Saat itu antrian belum panjang. Selanjutnya kami mencoba halilintar versi kecil, yaitu alap-alap.  Walaupun kecil, ternyata permainan ini masih menakutkan buat saya dan anak-anak. Hahaha....






Lelah berjalan, kami berhenti di foodcourt untuk makan siang.  Sementara anak-anak makan, saya mampir ke souvenir shop yang menjual pernak-pernik khas Ancol yang lucu-lucu. Melewati wahana histeria, saya dan keluarga hanya berani memandang ke atas.  Tampak orang-orang diangkat lalu turun seolah-olah dihempaskan.  Dari bawah terdengar lengkingan jerit mereka.  Kami tertawa melihatnya, ya hanya berani melihat saja.


Perjalananpun dilanjutkan, kami kembali mengunjungi wahana-wahana favorit yaitu arung jeram, bianglala, komidi putar, dan film 3 Dimensi.  Aaarrrgh, kami ingin mencoba semua.  Tapi waktu terasa berjalan cepat.  Saat berada di puncak Bianglala, saya melihat pemandangan laut di kejauhan.  Disisi lain, tampak matahari sudah mau tenggelam.  Tak terasa sudah pukul 5 sore. Saya mengajak anak-anak meninggalkan berbagai wahana permainan itu. 


Saat berjalan kaki menuju pintu keluar, mendadak kami diminta minggir oleh petugas Dunia Fantasi.  Oh, rupanya ada atraksi parade yang mau melewati jalan utama Dunia Fantasi.  Kamipun kemudian asyik melihat parade.  Ada drumband, pawai kostum, mobil hias dan atraksi badut.  Sungguh tampak profesionalisme para pekerja seni di Dunia Fantasi. Mereka menari dengan senyuman menyapa ramah para pengunjung.

Kunjungan kami ke Dunia Fantasi ditutup dengan sangat manis dan penuh kesan. Kami meninggalkan Ancol sambil menyusun rencana kunjungan selanjutnya.  Antara ingin mencoba wahana lama dan baru.  Ya, kalau ke Ancol, waktu sehari memang tidak pernah cukup.

Komentar

  1. Tolong cantumkan screen shoot twiit bukti follow @VIVA_log @JakartaTourism. Untuk tahapan berikutnya silahkan kirim data diri, alamat tempat tinggal, dan no telpon yang bisa dihubungi ke alamat email yang tertera dibawah.

    Terima kasih,
    VIVAlog
    putri.megasari@viva.co.id

    BalasHapus
  2. jakarta kota yang gak pernah mati ya.. 24 jam selalu ada yg bs di nikmati di jakarta

    BalasHapus

Posting Komentar