Langsung ke konten utama

Inspirasi Perempuan Perawat Hutan dalam Acara Forest Cuisine Blogger Gathering



Jika pangan hutan makin disukai dan dicari, 
Apa yang akan terjadi? 
Apa yang seharusnya kita lakukan untuk hutan?

Saya berangkat ke acara Forest Cuisine Blogger Gathering dengan menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu dalam kepala.  Sejak awal Blogger Perempuan Network dan Walhi menantang topik menarik ini dalam kompetisi menulis blog, saya banyak menggali dan belajar tentang apa dan bagaimana pangan hutan. Dan ternyata, pangan hutan sangat dekat dengan keseharian kita.


Tulisan saya tentang pangan hutan bisa dibaca di sini.

Hari terakhir bulan Februari 2020 lalu, saya memenuhi undangan sebagai 30 finalis lomba tersebut. Acara diselenggarakan di Studio memasak Almond Zuchini, di Jakarta.  Dua hal yang membuat saya sangat excited; pertama ingin mencari jawaban dari pertanyaan di atas, dan kedua ini adalah momentum saya 'come back' ikut event blogger lagi. Yeeaaay...

Forest Cuisine, artinya  masakan dari sumber pangan hutan. Penggunaan istilah Forest Cuisine terdengar lebih kekinian, walaupun sebenarnya mencakup masakan tradisional maupun modern. Namun kesan yang saya tangkap ini adalah usaha menyadarkan kita bahwa dalam olahan makanan kekinian pun, sangat banyak sumber pangan hutan yang terlibat di dalamnya.


Kiri-Kanan : Sri Hartati, Khalisa Khalid, Tresna  Usma dan Windi Iwandi

Para perempuan perawat hutan.
Dan seperti yang saya tulis sebelumnya, ada mereka-mereka yang berkontribusi dalam menghadirkan pangan hutan dalam dapur kita serta menjaga keberlanjutannya dengan cara menjaga hutan. 4 orang di antaranya hadir dalam acara ini.  Aksi mereka sangat membanggakan dan layak disebut sebagai perempuan-perempuan perawat hutan.

Kenapa perempuan?
Karena pada kenyataannya, lebih banyak peran perempuan dalam menjaga hutan. Menurut pemaparan Khalisa Khalid, perwakilan eksekutif nasional Walhi, perempuan memiliki kearifan sosial yang lebih baik dalam menjaga hutan. Perempuan memiliki keterikatan terhadap ketersediaan sumber pangan dan kelestarian hutan. Hutan merupakan sumber pengetahuan bagi perempuan-perempuan di sekitarnya dan menjadikan mereka memahami keanekaragaman hayati serta hubungan timbal balik hutan dan keseimbangan alam.

Pertanyaan saya pada pembuka tulisan ini saya sampaikan ke mbak Alin (panggilan akrab Khalisa Khalid).  Menurut beliau, apabila masyarakat semakin sadar pentingnya pangan hutan, dan mereka semakin menyukainya, yang sebaiknya dilakukan bukan berbondong-bondong mengekplorasi dan mengeksploitasi hutan. Konsumsi secukupnya saja. Kita bisa menghadirkan sumber pangan hutan dari pekarangan rumah atau dalam menanam dalam pot.  Tujuan kampanye soal pangan hutan ini  untuk meningkatkan kepedulian kita untuk ikut menjaga hutan sebagai sumber pangan.  Mbak Alin, yang saat itu berbalut busana hijau, mengatakan bahwa perlu peran pemerintah dalam mencari solusi kedaulatan pangan Indonesia, salah satunya dengan stop impor pangan hutan dari negara lain. Indonesia sangat kaya akan pangan hutan dan bisa dimanfaatkan untuk rakyat Indonesia.

Dan bagi masyarakat perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya, yang notabene tidak memiliki kedaulatan pangan alias mengandalkan pangan dari daerah lain, ayolah berkontribusi menjaga hutan. Caranya dengan menjaga perilaku hidup ramah lingkungan. Salah satunya, kurangi penggunaan minyak kelapa sawit untuk mencegah pembakaran hutan lebih luas lagi.

Thank you Mbak Alin atas jawabannya. saya semakin paham bagaimana kita harus memposisikan diri mengambil peran.

Hadir pula dalam acara ini dua Walhi Champion, yaitu orang-orang yang telah banyak berkontribusi nyata dalam melestarikan hutan di daerahnya.

Pertama adalah Tresna Usma Kamaruddin (dalam foto berbaju hitam), Walhi Champion dari Sulawesi Tenggara. Tresna berhasil memperjuangkan untuk ijin pemerintah agar masyarakat di Kelurahan Sakuli, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dapat mengelola hutannya sendiri.

Tresna sangat mencintai alam. Beliau merasakan dirinya semakin sehat saat membaur dengan alam. Karena itu, Tresna sangat peduli pada pelestarian hutan. Hatinya miris ketika mendapati hutan di sekitar kampung halamannya banyak ditemukan sampah plastik dari minuman ringan.

Sosok yang berwajah ayu alami ini sangat menyukai pangan hutan berbahan baku sagu. Di daerah asalnya, sagu adalah makanan pokok pengganti beras. Mba Tresna juga berharap agar jajanan tradisional jaman dulu juga tetap dipertahankan oleh masyarakat saat ini. Salah satu jajanan yang dirindukan olehnya adalah Cako-cako. Dan saya pun lantas googling, seperti apa sih cako-cako itu? Tidak ketemu. Ternyata memang sudah sangat langka. Hiks..

Yang kedua adalah Sri Hartati, Walhi Champion dari Sumatera Barat, hadir dengan mengenakan baju nagari, khas Minang Kabau. Ibu Tati menangis ketika diberi kesempatan untuk berbicara. Beliau sedih melihat di Jakarta sudah tidak ada lagi hutan serta betapa kerusakan alam sudah sangat parah. Kondisi ini jauh dari hutan di dekat tempat tinggal beliau.

Di tempat tinggalnya, Ibu Tati disebut sebagai bunda kandung hutan. Beliau bersama 60 orang perempuan lainnya aktif  dalam Program Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan Perempuan. Dengan berapi-api Ibu Tati mengatakan "Saya menjaga hutan, saya akan mengejar para pembakar hutan!"

Produk hutan yang dikembangkan oleh Ibu Tati adalah minuman buah pala. Produknya telah dipasarkan di berbagai kabupaten di sekitar kota Padang hingga ke hotel-hotel, salah satunya hotel Bumi Minang.

Perempuan ke empat adalah Windi Iwandi, Food blogger yang senang berkelana ke hutan untuk menjajal buah-buahan asli dari hutannya langsung. Windi tampak cantik dengan blazer kotak-kotaknya. Windi menceritakan pengalamannya mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting. Di sana Windi pernah menemukan durian yang jatuh dari pohonnya. Dia juga pernah menyicipi segarnya buah belimbing berwarna pink. Konon, kalau mau makan di hutan, tirulah orang hutan makan. Apapun yang dimakan orang hutan, bisa dan aman dimakan manusia. Wah, seru ya? Windi juga menyukai makanan berbahan baku sagu.

Dalam sebuah perjalanan ke hutan, Windi sering merasa heran, kenapa lebih banyak orang asing (Eropa) yang suka mengeksplorasi hutan. Orang Indonesia sendiri justru jarang ke hutan, mungkin karena merasa kurang menarik baginya. Padahal, bagi Windi, main ke hutan itu seperti candu yang menyegarkan dan ingin pergi ke sana lagi dan lagi.




Jelang jam 11.00. Akhirnya, sampai pada acara yang ditunggu-tunggu, yaitu Adu Masak Fetucini Mushroom Ragu bersama Chef William Ghozali.  Ini chefnya gaul dan gokil banget. Acara masak-masak jadi penuh guyonan.

Setiap kelompok telah disediakan bahan-bahan dalam jumlah yang pas.


Ini bahan-bahannya: : Fettucini, kamur kancing, daun bawang, daun kucai, bawang putih, minyak zaitun, butter, krim, lada, garam, keju bubuk

Cara memasaknya sebagai berikut:
  1. Iris semua bumbu dan sayur
  2. Panaskan minyak zaitun. Tumis daun bawang dan daun kucai hingga harum. Sisihkan ke piring.
  3. Lelehkan butter. Tumis jamur dan bawang putih. 
  4. Masukkan garam, lada dan krim. Aduk hingga rata dan kental. 
  5. Masukkan Fetucini yang telah direbus ke dalam tumisan jamur
  6. Masukkan tumisan daun bawang, aduk hingga rata
  7. Angkat dan sajikan. Taburi dengan keju bubuk.
Mudah dan lezat lho.

Peserta dibagi dalam 5 kelompok. Saya senang sekali bisa berkesempatan memasak dengan Ibu Tati, Walhi Champion dari Sumatera Barat. Dalam balutan busana adatnya, Ibu Tati tetap sigap memasak.



Kehebohan ke 30 finalis membuat acara masak memasak ini seru. Satu resep, dengan hasil yang berbeda-beda. Setelah Chef William Ghozali keliling memberikan penilaiannya, pemenangnya adalah kelompok 4. Dan itu bukan kelompok saya. Hahaha. Enggak apa-apa ya gaes, yang penting seru.

Acara diakhiri dengan makan siang dan pengumuman live posting instagram. Di sela makan siang, saya sempat mengunjungi meja bazaar Walhi yang menjual produk-produk pangan hutan dari WKR (Wilayah Kelola Rakyat). Ada kopi, rempah-rempah, bumbu dapur, minuman pala, selai markisa, sagu, tepung dan banyak lagi.

Walhi menitipkan pesan untuk kita semua.  Saat ini sebagian hutan yang ditinggali oleh beberapa desa terancam tergusur. Oleh karena itu Walhi siap mendampingi dan berupaya memulihkan Indonesia serta mengajak masyarakat luas untuk mendukung gerakan ini lewat berdonasi. Info http://walhi.or.id/donasipublik/.  Bersama Walh, mari kita menjaga keberlangsungan lingkungan hidup demi generasi mendatang.

Salam Adil dan Lestari :)

Komentar

  1. suatu kebanggaan bisa barengan sama mastah lomba yg lagi turun gunung. biasanya aku jadi tim pom2 doang :D
    seneng banget bisa hadir di acara kemaren yaa... seru dan penuh kesan :)

    BalasHapus
  2. Hahaha.. kelompok saya nggak juga ga menang, Mba. Tapi yang penting seru dan dpt ilmu itu. Mau coba praktekin resep fettucininya di rumah.

    BalasHapus
  3. Seru ya acaranya bergizi banget terima kasih udah dishare mbak jadi kami bisa ikut belajar juga

    BalasHapus
  4. Seru banget ya Mbak Arin acaranya. Apalagi bisa bertemu dengan perempuan-perempuan inspiratif penjaga hutan. Saluuut banget dengan beliau-beliau.

    Kok aku jadi pengin coba masakan jamur Mbak Arin ya lihat ini.

    BalasHapus
  5. Untung lah diadunya masak Fettuccine. Coba kalo masak rendang, menang pasti ini Mba Arin dan Bu Tati, bundo kanduang ambo ini, hahah... Iyess, acara yg gak cuma seru, tapi menambah pengetahuan kita ttg hutan ya. Kalau Mba Arin mungkin lebih banyak tau. Saya nih yg minim banget pengetahuannya ttg hutan ��

    BalasHapus

Posting Komentar