Langsung ke konten utama

Perjuangan Seorang Tenaga Kontrak Membeli Rumah Pertama


Dialah Anna, seorang tenaga kontrak yang berbagi cerita tentang keberhasilannya membeli rumah pertama. Baginya sangat luar biasa, merupakan mimpi yang menjadi kenyataan, karena tidak pernah terbayangkan akan terwujud memiliki rumah dalam keterbatasan ekonomi dan status pekerjaannya. Bagaimana bisa seorang tenaga kontrak membeli rumah? Bagaimana proses pengajuan KPR ke Bank? Dan bagaimana pembiyaannya kelak? Saya senang sekali ketika Anna bersedia berbagi kisahnya. 

Memiliki rumah adalah impian hampir semua orang. Papan adalah kebutuhan pokok manusia, dan jika seseorang telah memiliki rumah sendiri, maka tenanglah batinnya, karena telah mempunyai tempat tinggal tetap. 

Begitupun mimpi Anna. Setelah 7 tahun tinggal di rumah kontrakan bersama suaminya, Anna yang tidak memiliki orangtua lagi selalu dihantui kekuatiran, kemana dia akan tinggal kelak di hari-hari mendatang. Akankah akan selamanya tinggal di rumah kontrakan ? Bagaimana jika tiba-tiba pemilik rumah kontrakan tiba-tiba memintanya pergi? Kehidupan nomaden menjadi beban pikirannya dari tahun ke tahun. 


Sulitnya punya rumah bagi buruh dan tenaga kontrak 

Kekuatiran Anna mewakili para buruh dan tenaga kontrak Indonesia. Setiap tahunnya, penduduk Indonesia membutuhkan tambahan sekitar 2,6 juta rumah. Tingginya kebutuhan rumah ini disebabkan beberapa faktor salah satunya tingkat pertumbuhan penduduk yang terjadi secara pesat. 
Dari kebutuhan pokok manusia, rumah yang relatif paling sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Harga tanah dan bahan bangunan kian mahal dari masa ke masa. Kenaikan harga rumah jauh melampaui kenaikan gaji karyawan. Salah satu cara umtuk membekukan harga itu adalah dengan membeli rumah sesegera mungkin. Cara yang popular untuk membeli rumah adalah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sayangnya, masih ada golongan yang masih kesulitan memproses fasilitas KPR, yaitu buruh, tenaga kontrak atau pekerja informal lainnya. 

KPR masih dianggap berat oleh tenaga kontrak karena beberapa hal yaitu uang yang belum terjangkau (minimal 10 persen dari harga rumah) dan/ atau cicilan yang belum terjangkau. Apabila uang muka diturunkan, otomatis besaran cicilan bulanan akan naik dan sebaliknya. Ditambah persyaratan gaji minimal yang belum terpenuhi untuk dianggap mampu mencicil, status tenaga kontrak kontrak yang tidak tetap, atau masa kerja mendekati usia pension sering menjadi hambatan sehingga tidak bisa mengajukan KPR.

Rumah bersubsidi Perumnas Dramaga Bogor

Rumah bersubsidi, secercah harapan. 

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berupaya menggandeng para pengembang di seluruh Indonesia untuk meningkatkan jumlah pembangunan rumah bersubsidi untuk masyarakat. Bentuk subsidi tersebut antara lain dengan penyaluran bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) seperti penyediaan jaringan air bersih, jalan lingkungan, dan tempat pembuangan sampah terpadu. Dengan bantuan PSU ini diharapkan dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk dapat memiliki rumah bersubsidi dengan harga yang terjangkau. Begitupun harapannya agar para pengembang lebih bersemangat dalam membangun rumah bersubsidi. 

Berdasarkan data 2015-2019, Kementerian PUPR telah menyalurkan bantuan PSU untuk 119.695 unit rumah bersubsidi di Indonesia. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan rumah bersubsidi. Kabar gembira bahwa tahun 2020 ini Kementerian PUPR telah mengalokasikan dana sekitar Rp 202 Milyar untuk pembangunan PSU sebanyak 22.500 unit rumah.

Perumnas Dramaga Bogor, tempat rumah pertama Anna

KPR untuk buruh dan tenaga kontrak. 

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggandeng bank-bank BUMN maupun swasta sebagai partner penyedia KPR untuk mewujudkan kepemilikan rumah bersubisidi, termasuk diantara rumah untuk buruh dan tenaga kontrak. KPR Rumah bersubsidi dapat digunakan untuk pembelian rumah sejahtera tapak dengan harga sekitar Rp.145 juta. KPR Rumah bersubsidi menawarkan kemudahan persyaratan antara lain, uang muka yang ringan, bunga tetap sampai masa pelunasan dan jangka waktu angsuran hingga 20 tahun. Dan nasabah yang berhak mendapatkan layanan KPR ini adalah mereka dengan gaji di bawah Rp 4 juta per bulan. 

Pemerintah juga mengupayakan rumah subsidi bagi MBR bebas PPN. Sehingga, harga rumah subsidi dapat ditekan lebih rendah sesuai dengan peraturan pemerintah, bebas PPN, serta ada penurunan biaya-biaya seperti BPHTB. 

Pemerintah juga membuka Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Adapun BP2BT telah dijalankan untuk lebih menjangkau kepemilikan rumah ke masyarakat yang bekerja di sektor informal. Masyarakat cukup menabung sebesar 5% dari harga rumah, kemudian Pemerintah memberikan subsidi uang muka sebesar 25% dari harga rumah sehingga masyarakat tinggal membayar 70% dari harga rumah tersebut. 

Sementara itu, Tapera saat ini masih dalam proses. Tapera merupakan salah satu program nasional yang diperuntukan seluruh pekerja baik formal maupun informal yang secara sukarela menjadi peserta Program Tapera. Syarat-syarat membuka Tapera adalah berpenghasilan minimal harus upah minimal di daerah tersebut. Besaran iuran yaitu 2,5% dari penghasilan pribadi ditambah 0,5% kontribusi dari pemberi tugas pekerjanya. Tetapi jika dia adalah pekerja mandiri maka dipotong langsung 3% per bulan. 

Harapan ke depan, agar program penyediaan pembangunan perumahan pekerja/tenaga kontrak benar-benar dapat menjangkau seluruh lapisan tenaga kontrak, berbagai pihak terkait (Kementerian PUPR, bank dan perusahaan pemberi kerja) perlu melakukan negosiasi lebih lanjut setiap tahunnya. Tujuan negosiasi itu antara lain untuk mempertimbangkan tentang kecukupan besaran subsidi uang muka agar memenuhi minimal 10 persen harga rumah, peningkatan upah tenaga kontrak agar tenaga kontrak mampu membayar cicilan, tunjangan untuk mereka yang mendekati masa pensiun karena otomatis masa KPR semakin pendek, pembuatan kebijakan bantuan kepemilikan rumah untuk tenaga kontrak kontrak serta sosialisasi progam bantuan ini sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Nominal bantuan yang bisa diperoleh oleh para tenaga kontrak dalam berbagai kondisi perlu diinformasikan secara terbuka sehingga memudahkan tenaga kontrak melakukan perhitungan dan lebih tranparan bagi semua pihak.

Dengan penyesuaian-penyesuaian program penyediaan rumah bersubisi yang lebih berpihak pada para buruh, tenaga kontrak dan para pekerja informal lainnya, sehingga akan menjadi harapan bagi para tenaga kontrak dan keluarganya untuk dapat menikmati rumah sendiri. 

Saya dan Anna saat mengambil kunci rumah

Perjuangan Anna meraih mimpi 

Awalnya sempat ragu untuk memulai. Anna berkonsultasi kepada saya sebagai rekan kerjanya. Keraguannya tak lain tentang apakah dia akan bekerja selamanya di tempat yang sekarang? Dan bagaimana mendapatkan uang muka untuk rumah yang tidak sedikit. Sedangkan gajinya setiap bulan selalu terkuras untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga dipastikan tabunganpun tak ada. Saat itu Anna hanyalah seorang tenaga kontrak yang masa kerjanya diperpanjang setiap tahunnya. Sedangkan suaminya adalah tenaga harian lepas. Keduanya berpenghasilan bulanan tetap, namun dalam jangka waktu tak pasti. 

Hingga suatu ketika ada promosi KPR Rumah bersubsidi bekerja sama dengan koperasi kantor. Anna pun memberanikan diri meminjam untuk kebutuhan uang muka dan biaya-biaya penyerta saat proses KPR nanti. Artinya, jika KPR disetujui, Anna akan memiliki dua tanggungan cicilan hutang, yaitu ke Cicilan uang muka ke koperasi dan cicilan KPR ke Bank. 

Sedikit diperlukan kenekatan dan keberanian untuk memulai. Karena mau sampai kapan Anna akan mengontrak rumah? Bahkan saudara pun tak punya, kalau tak ada rumah, mau numpang ke siapa? Demikianlah pikiran-pikiran yang akhirnya mendorong keberanian Anna untuk mengambil keputusan membeli rumah dengan cara KPR. 

Tahun 2018, Anna memulai pengajuan KPR ke sebuah bank swasta yang bekerja sama dengan sebuah perumahan di Kabupaten Bogor. Skema yang ditawarkan untuk rumah bersubsidi seharga rumah Rp. 141.000.00, adalah dengan uang muka Rp. 12.000.000, biaya administrasi bank Rp.10.000.000, dengan besaran cicilan Rp. 852.000 selama 20 tahun. Skema besaran uang muka dan cicilan ditentukan oleh Bank dengan menimbang gaji dan pengeluaran bulanan Anna sebagai tenaga kontrak. Besaran cicilan tersebut masih cukup berat bagi Anna dan suaminya yang penghasilan total di bawah Rp.4.000.000, namun itu merupakan pengorbanan tidak sia-sia karena berhasil menerima kunci rumah impiannya. 

Dalam mengajukan proses KPR diperlukan kesabaran dalam memenuhi berkas-berkas yang disyaratkan oleh bank. Anna menjalaninya dengan sabar satu per satu. Bahkan perlu mengurus berkas terbaru karena setelaha lama proses penilaian, bank tetap memerlukan data terbaru. 

Sebenarnya pihak bank tidak mempersulit proses KPR ini. Nyatanya, Anna yang seorang tenaga kontrak, akhirnya dapat memperoleh KPR Rumah bersubsidi. Tentu saja dengan peringatan-peringatan agar Anna kelak tertib membayar cicilan. Apabila terjadi keterlambatan akan dikenakan denda dan apabila menunggak selama beberapa bulan akan diberikan surat peringatan, berlanjut rumah dalam pengawasan dan paling buruk adalah rumah disita oleh bank karena kredit macet. Namun itu adalah hal-hal yang belum tentu terjadi dan tidak perlu dipikiran terlalu jauh. Menurut Anna, rejekinya sudah ada yang mengatur. Justru di saat penghasilannya saat ini tak pasti, keingingan memiliki rumah kian kuat. Setidaknya, ada tempat berteduh yang tetap dan tidak perlu membayar kontrakan setiap bulannya. Uang untuk kontrak rumah lebih baik untuk membayar cicilan rumah sendiri. 

Dan akhirnya pada medium 2019 pun, Anna menempati rumahnya sendiri. Kisah Anna ini semoga bisa menjadi penyemangat para buruh, tenaga kontrak maupun tenaga informal lainnya agar lebih berani mengambil keputusan menyegerakan memiliki rumah. Sekecil dan sesederhana apapun rumah tinggal di sendiri, rasanya jauh lebih nikmat daripada rumah kontrakan.


Anna (kerudung toscha, usai syukuran pindah rumah)

Anna, paling kanan, saat mengundang teman-teman kantor ke rumahnya

Di depan rumah Anna (kanan)

Komentar

  1. Sungguh luar biasa perjuangan ibu Anna dan good job untuk perumnas yg bisa memberi cahaya pada pekerja kontrak TK memiliki rumah sukses terus mbx Anna 😉😍🤗

    BalasHapus

Posting Komentar