Langsung ke konten utama

Rumah Pertamaku, Rumah Penuh Asa dan Cinta


Setelah 8 tahun (2003-2011) saya dan suami menempati rumah kontrakan. Setelah penuh perjuangan, di tahun ke 9 pernikahaan, setelah kesana kemari, selama berbulan-bulan memilih rumah, dan proses KPR bank yang tidak mudah, akhirnya kami mendapatkan rumah pertama.

Membeli rumah dengan segenap asa. 

Pengalaman kami sembilan tahun silam mengisahkan, bahwa untuk membeli sebuah rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak semua bank dapat mengabulkan keinginan kita. Menggunakan jasa atau produk sebuah bank, apapun itu, berangkat dari satu komitmen kepercayaan. Karena urusan perbankan tidak lepas dari masalah keuangan dan investasi baik milik nasabah maupun milik bank. 

Kemudahan persyaratan dan kepercayaan kepada kemampuan nasabah sangat menentukan cair tidaknya KPR yang diajukan. Kami hampir saja kehilangan mimpi memiliki rumah, sebelum akhirnya kami berjodoh dengan KPR dari sebuah bank. Dulu saya pikir, mengajukan KPR pada bank cukup memenuhi persyaratan yang tertera di leaflet . Ternyata, tidak semua bank memberi kemudahan. Status saya kala itu belum genap 2 tahun menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Dengan penghasilan bersama suami, kami berangan membeli sebuah rumah baru di kompleks perumahan sederhana. Setelah dihitung-hitung dengan berbagai simulasi KPR, kemampuan kami berada pada jangka cicilan 15 tahun, uang muka kurang dari 20%. Dan rumah sederhana itupun cicilan per bulannya hampir menghabiskan 40% dari gaji kami berdua. 


Bank mana yang bisa menerima kriteria kami?
Bank mana yang bisa memercayakan investasinya yang tidak sedikit pada kami? 

Beberapa bank yang kami datangi menggugurkan pilihan satu persatu. Ada yang tidak bisa menerima status pekerjaan saya yang belum genap berusia 2 tahun sebagai pegawai tetap. Ada juga yang jangka waktunya tidak bisa sampai 15 tahun, itupun dengan kisaran uang muka antara 20% - 30%. Darimana kami dapatkan nilai uang muka sebesar itu? 

Dan yang membuat kami mundur telak adalah penghasilan gabungan yang diyatakan tidak cukup untuk membayar cicilan, Kebanyakan bank menentukan besaran cicilan maksimal 30% atau sepertiga dari penghasilan. Kalaupun ada yang masuk budget dan kemampuan kami, tampaknya kami harus menurunkan standar rumah yang kami pilih. Tuhan, akankah memiliki rumah tetap menjadi impian tanpa kenyataan? Kapan penghasilan kami bisa mengejar kenaikan harga properti? Gaji mungkin naik, namun harga properti naik berlipat ganda dari kenaikan gaji. Semakin menunda pembelian rumah semakin tak terjangkau oleh penghasilan kami. 

Konon, membeli rumah ibaratkan mencari jodoh. Kalimat itu ada benarnya. Setelah pilih sana-sini dan hampir putus asa, akhirnya kami menemukan perumahan yang bekerjasama dengan bank yang bisa memercayai kami mendapatkan KPR. Tentu saja, dengan rumah yang masih masuk dalam kategori rumah impian bagi kami. 

Ada sebuah perumahan sederhana nan asri di Bogor dengan lokasi strategis dan harga terjangkau. Kami pun mendatangi pihak Bank untuk menanyakan kemungkinan pengajuan KPR. Kami sampaikan berbagai permasalahan yang mengganjal kami selama ini. Dan rupanya kami berjodoh dengan bank tersebut. 

Semua proses berjalan mudah dan cepat. Diawali dengan pembukaan rekening yang setoran awalnya hanya sebesar Rp.500.000,- kemudian melengkapi semua berkas yang diperlukan untuk pengajuan KPR. Rupanya, masa kerja saya tidak menjadi masalah untuk mendapatkan KPR karena persyaratannya memiliki pekerjaan dan penghasilan sebagai pegawai tetap dengan masa kerja minimal 1 tahun atau masa usaha 2 tahun untuk profesional/wiraswasata. 

Uang muka yang kami bayarkan juga ringan, hanya 10% untuk pembelian rumah pada perumahan yang developernya telah bekerjasama dengan Bank tersebut. Dan karena banyaknya kebutuhan saat ini, tak ada salahnya kami mengambil jangka waktu terpanjang 15 tahun. Toh seiring waktu, besaran gaji akan menutupi cicilan menjadi lebih ringan. Dua minggu sejak pengajuan aplikasi kami disetujui, sebulan kemudian kami akad kredit, dan tiga bulan kemudian rumah sudah jadi dan bisa kami tempati. Akhirnya kami dipercaya untuk mendapatkan KPR 

2011 kami menempati rumah kami yang kecil, terdiri dari 2 kamar tidur. Modelnya sederhana. Isinya pun sederhana. Alhamdulillah, kami mendapatkan posisi hook dengan luas tanah lebih. Di halaman samping itulah kami niatkan membuat taman kecil yang asri. Kami memilih mendahulukan membuat taman daripada membeli perabot interior. Kami ingin anak-anak bisa bermain nyaman di halaman sendiri. 

Tengah tahun 2019. Sebelum renovasi besar


Membangun rumah penuh cinta 

Rumah kami berada pada posisi hook, dekat taman, dan merupakan rumah tipe 45/164. Sejak awal membeli rumah, kami sadar bahwa membeli Rumah KPR itu ibarat membeli lingkungan dan lokasi. Bangunan rumahnya sendiri harus segera diperbaiki setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan karena akan termakan usia dan cuaca. Namun kenyataannya, baru di tahun ke 8 kami memberanikan diri renovasi rumah. 

Selama itu pula kami menahan diri untuk menerima rumah dalam keadaan apa adanya. Kalaupun ada perbaikan sedikit-sedikit yang sifatnya darurat dan tidak bisa ditunda, misalnya perbaikan kanopi, penambahan dapur tidak permanen, mengganti pintu dan kusen yang dimakan rayap dan mengecat tembok yang tampak lusuh. Tujuannya tentu saja agar uang untuk renovasi segera terkumpul. 

Sebelum memulai renovasi, kami menggunakan jasa arsitek untuk membuat rancangan konstruksi bangunan. Rancangan ini juga yang akan kami gunakan untuk mengurus IMB agar renovasi rumah ini legal. Beberapa perubahan besar pada rumah adalah perubahan orientasi pintu utama dan penambahan lantai menjadi dua lantai. 

Untuk pengerjaan berikutnya dilakukan oleh tukang dengan berbekal gambar rancangan dari arsitek. Dengan demikian tukang bekerja secara lebih terarah dan meminimalisir bongkar pasang karena perbedaan persepsi antara pemilik rumah dan tukang. 

Saya banyak mengambil peran dalam penentuan detil penempatan ruang dan bagian-bagian rumah kami buat berdasar kebutuhan dan pengalaman sehari-hari selama ini. Misalnya kebutuhan setiap hari mengejar tukang sayur dan tukang sampah, jadi dapur kami pindahkan ke depan. Lalu kebutuhan bersantai sambil melihat taman maka kamar tidur dihadapkan ke arah taman dengan jendela-jendela lebar. Saya memilih jendela-jendela besar untuk sekeliling ruangan. Bahkan kamar mandi juga ada jendela keluar. Di setiap ruang rumah ada sumber cahaya dan angin. 

Bahkan saya menentukan tinggi meja dapur agar sesuai dengan tinggi badan, walaupun akhirnya meja dapur lebih pendek dari rata-rata. Yang penting sekarang dapurya sudah nyaman. Akhirnya bisa juga mengisi dapur dengan perangkat yang lucu dan ergonomis biar tambah semangat. 

Sedangkan untuk kamar mandi juga kami memikirkan kebutuhan meletakkan baju kering, meletakkan ponsel agar tidak kena air serta menentukan posisi area basah dan kering. Begitupun dengan tinggi shower juga disesuaikan dengan jangkauan tangan saya yang pendek tapi masih lebih tinggi dari kepala kami semua. 

Oktober 2019, pasca renovasi

Rumah Asa dan Cinta

Program Sejuta Rumah 

Kami adalah salah satu dari jutaan keluarga Indonesia yang ingin memiliki rumah sendiri. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan menyatakan per tanggal 11 Mei 2020 telah mencapai angka 215.662 unit pembangunan rumah untuk masyarakat yang ada di dalam Program Sejuta Rumah. 

Persentase capaian Program Sejuta Rumah masih diprioritaskan untuk pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yakni 79 persen. Sedangkan pembangunan rumah untuk non MBR prosentasenya sebanyak 21 persen yang berasal dari pembangunan rumah tapak oleh pengembang sebanyak 42.884 unit dan rumah susun sebanyak 3.461 unit. Rumah kami mungkin salah satunya. 

Saat pandemi ini bukan halangan untuk membangun atau merenovasi rumah. Menurut Direktur Jenderal Perumahan Khalawi Abdul Hamid (di Jakarta, Jum’at (20/5/2020), adanya Pandemi Covid – 19 memang cukup berpengaruh pada pelaksanaan Program Sejuta Rumah di lapangan. Meskipun demikian, pihaknya telah menyusun pedoman bagi para pekerja untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan di lapangan. 

Protokol kesehatan wajib dilaksanakan dalam pembangunan rumah di lapangan selama Pandemi Covid -19 ini, sesuai Surat Edaran Dirjen Perumahan No.03/SE/Dr/2020 tentang Pedoman pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Pada Direktorat Teknis Di lingkungan Jenderal Perumahan selama Masa Pandemik Covid -19. 

Kementerian PUPR tetap mengupayakan agar di akhir tahun capaian Program Sejuta Rumah bisa menembus 1.000.000 unit. Sedangkan target konservatif keseluruhan hingga akhir tahun sebesar 900.000 unit mengingat adanya pandemi Covid -19. 

Demikianlah kisah pembelian rumah pertama kami yang mengerahkan segenap asa, dan proses pembangunan rumah yang penuh cinta. Bersyukur saat tahun pandemi ini terjadi, rumah sudah direnovasi, sehingga kegiatan di rumah saja terasa lebih menyenangkan. Tidak cepat bosan. 


Referensi 




Komentar