Langsung ke konten utama

ANTITHESA

Antithesa berasal dari bahasa Yunani: anti (melawan) dan thesa / thesis (pernyataan), artinya: pernyataan atau gagasan yang berlawanan dengan pernyataan atau gagasan sebelumnya.

Antithesa bisa disampaikan secara lisan (telepon atau bertemu langsung) ataupun tulisan (chat, email, surat, dan media sosial).

Pada kehidupan sehari-hari, Antithesa memiliki peran penting dalam proses rehabilitasi nama baik, dengan menyajikan pernyataan yang berlawanan dari citra negatif yang telah terbentuk. Antithesa membantu membangun narasi tandingan. Misalnya, ketika seseorang dituduh tidak kompeten, maka pernyataan antithesa seperti "Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena ia tidak mendapatkan support untuk membuktikan dirinya." Antithesa berfungsi untuk membalikkan persepsi negatif dan membangun kembali kepercayaan terhadap siapapun yang sedang mengalami krisis nama baik.

Rehabilitasi nama baik merupakan proses yang memerlukan kesabaran, dan komunikasi yang tepat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi sumber masalah  untuk mengetahui apakah kerusakan reputasi disebabkan oleh fitnah, kesalahan pribadi, atau kesalahpahaman publik. Selanjutnya, penting untuk membangun kembali citra positif melalui tindakan nyata, seperti menyampaikan antithesa secara bertanggung jawab, serta memperkuat kepercayaan dengan konsistensi dalam perilaku. 

Untuk mengembalikan nama baik orang terdekat yang telah tercemar, antithesa bisa digunakan dengan menunjukkan sisi lain dari cerita. Dengan cara ini, kita tidak hanya membantah tuduhan, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab dalam membalikkan pandangan orang terhadap orang terdekat kita.

Kepada siapa antithesa disampaikan? tentu kepada penerima informasi sebelumnya terkait nama baik seseorang.

Antithesa versi Allah SWT.

Allah SWT memiliki kuasa untuk membersihkan nama baik seseorang melalui berbagai jalan yang penuh hikmah. Terkadang, Allah menunjukkan kebenaran secara langsung kepada masyarakat melalui perubahan pandangan mereka, pengakuan dari pelaku fitnah, atau tindakan nyata dari orang yang difitnah yang mencerminkan akhlak dan kejujuran. 

Dalam sejarah Islam, kisah Aisyah r.a. menjadi contoh paling jelas bagaimana Allah sendiri membela kehormatan hamba-Nya melalui wahyu yang diturunkan, sebagaimana dalam Surah An-Nur ayat 11.

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).

Selain itu, ujian berupa fitnah juga menjadi sarana untuk mengangkat derajat seseorang di sisi Allah, jika ia bersabar dan tetap bertawakkal. Bahkan, Allah dapat mengganti aib yang disebarkan menjadi kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. 

Ketika semua jalan tampak tertutup, doa dan tawakkal menjadi kekuatan utama, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil. Jika tidak dibersihkan di dunia, maka di akhirat kelak Allah akan memberikan keadilan yang sempurna, dan nama baik hamba-Nya akan dimuliakan di hadapan seluruh makhluk.

Komentar