Langsung ke konten utama

Jalan Malam di Khaosan Road. Antara pijat berjamaah, tatto dan ikan bakar.


Malam kedua di Bangkok (11 November 2018). Walaupun siangnya kami sudah gempor menyusuri permukaan Chatuchak Weekend Market, malamnya kami tak ingin melewatkan waktu tanpa kemana-mana. Pilihannya, yang dekat-dekat saja dari tempat kami menginap di Samsen Road, yaitu ada satu kawasan yang sangat popular, Khaosan Road. Ya, selepas magrib kami berjalan kaki 500 meter ke Khaosan Road. Jalan ini tidak terlalu panjang. Juga tidak terlalu lebar. Tidak seberapa dibanding Malioboro, Yogya. Namun bule-nya jauuuuuh lebih banyak dari Malioboro, hehehe. Why? whyyyy?

Jam segitu di Khaosan Road pedagang-pedagang baru 'buka lapak'. Di kanan kiri jalan banyak rumah-rumah pijat. Nggak tanggung-tanggung, kasur pijatnya digelar berjajar sampai ke pinggir jalan. Semakin malam semakin banyak yang pijat 'berjamaah' di sini.

Seandainya enggak ingat malu, enak banget bisa bergabung bersama ikut dipijat. Pijat aja kok, enggak macam-macam. Yang memijat juga jenis kelaminnya sama dengan yang dipijat. Sesuai request aja. Kami pun hanya sanggup melihat ekspresi relaks dan nyaman dari para klien yang sedang berbaring dipijat.

Kasur-kasur pijat mulai digelar
Suasana Khaosan Road, tampak mulai ada yang dipijat
Restoran seafood kanan-kiri

Khaosan road ini kalau siang berisi pertokoan dan pasar kaget yang menjual aneka barang, termasuk souvenir. Sayangnya saya tak berkesempatan melihat Khaosan Road di siang hari.  Alhamdulillah masih sempat melihat suasana malam. Ramai, persis seperti yang saya lihat di foto-foto di internet. Pantas kalau dibilang kawasan ini 24 jam hidup.  Dan saat kami menemukan patung Mc Donald Khaosan yang populer itu, kami sedikit heboh. Tapi enggak foto di situ karena berasa norak hihihi.

Semula kami niatnya ingin mencari makan malam di kawasan ini. Banyak restoran menjual seafood yang menggoda. Tapi kami ragu-ragu mau mampir. Pertama, takut harganya (hahahaha..) kedua, takut campuran-campuran dalam bumbunya. Takut ada yang non halal. Ya udah akhirnya kami cuma lihat-lihat saja menyusuri jalan. Karena haus, kami beli jus pomegrante. Sekilas tampak murah, hanya 30 THB, tapi kalau dihitung-hitung lagi jatuhnya sebotol kecil sekitar 15 ribu.

Jus delima

Dan sebagai menu makan malam kami adalaaaah : Mango sticky rice dan coconut ice cream.. Yeaay..

Rasanya, hm, so-so lah ya. Untuk ice cream tak seenak yang di Chatuchak, dan untuk Manggo Sticky Ricenya.. menurut saya lebih enak kalau pulut ketan dikasih mangga harum manis atau mangga Indramayu. Mungkin saya belum nemu ketan mangga versi premiumnya kali ya. 

Pedagang di sini memang sangat teredukasi dengan baik untuk menyambut wisatawan. Mereka welcome banget diajak foto-foto karena sudah tau bahwa dirinya dan dagangannya bagian dari promosi wisata Bangkok. Soal kebersihan, ini yang saya heran kenapa tidak bisa ditiru oleh pedangang Indonesia ya? Simpel sih sebenarnya, masing-masing pedagang menyiapkan kantong sampah di gerobaknya dan dia bersedia menampung sampah dari mana saja (walau bukan sampah dari dagangannya), sehingga kebersihan sepanjang jalan sangat terjaga.

Mbak-nya luwes difoto
Coconut Ice Cream
Mango Sticky Rice
Makan ketan biar lengkeet...

Saat berjalan kaki pulang, kami menemui pedagang gerobak dorong yang menjual ikan bakar asin (Salt Grilled Fish). Ikannya sejenis ikan gurame dan nila ukuran sekilo, dilumuri dan garam tebal dan di dalamnya ada bumbu-bumbu, lalu dibakar. Ikan bakar ini murah, hanya 150 THB atau 70.000 rupiah. Cukup murah untuk sebuah ikan bakar besar, setara dengan gurame ukuran sedang di restoran Indonesia. Btw, kok kali ini beli walau gak yakin halal? Ya kan kalau tak ada makanan lain, baca Bismillah aja.

Tentu saja, ikan bakar ini kami bawa ke Hotel dan makan di kamar. Nasinya ya dari ketan mangga tadi. Alhamdulillah, bisa makan nikmat dengan harga tak bikin nelongso. 

Gak sempat moto. Pinjam foto dari google. Kurang lebih seperti ini.


Oiya, di Khaosan Road ini banyak pembuat tato atau henna. Semula kakak Cinta kepengen tangannya dilukis-lukis henna. Tapi sesaat teringat, takut sama penyakit macam-macam dari peralatan yang dipakai orang asing. Akhirnya tidak jadi.

Sementara Adik Asa tertarik membeli pulpen laser yang bisa menyorot tinggi ke langit. Penjualnya pinter banget sehingga Asa tampak berat meninggalkannya. Berhubung namanya lagi jalan-jalan, masa' gak beli oleh-oleh, akhirnya beli juga pulpen laser. Harganya 420 THB alias 200.000 rupiah. Mahal yak, dan sebenarnya di Bogor juga banyak. Hahaha. Tapi namanya juga souvenir kenang-kenangan dari Bangkok. Tetap aja dibeli.


Tulisan lainnya tentang jalan-jalan kami ke Bangkok bisa dibaca di
https://asacinta.blogspot.com/search/label/Bangkok

Komentar

  1. Ngiler sama ikannya, bumbunya minimalis gitu malah kelihatannya enak deh

    BalasHapus

Posting Komentar