Persiapan Mandiri
Saya dan suami menikah pada akhir tahun 2003. Satu tahun kemudian, saya merasa siap untuk hamil, dan tak lama kemudian hasil test pack menyatakan positif.
Sedari awal saya mempersiapkan diri melahirkan secara mandiri di sebuah Rumah Sakit di Bogor. Saya harus siap seandainya melahirkan tanpa pendampingan suami, atau tanpa Ibu. Pasalnya suami saya sering ke luar kota, sementara ibu saya tinggal di Jawa Timur dan mertua di Sumatera Utara.
Segala kebutuhan telah saya siapkan. Tak hanya bekal materi, ilmu dan perawatan anak saya pelajari dari berbagai buku dan majalah. Dan akhirnya saya yakinkan diri siap menunggu lahirnya si buah hati.
Bantuan yang mengejutkan
Tanggal 26 Juli 2005 Cinta Ing Larasati lahir melalui persalinan normal. Hal pertama yang melengkapi kebahagiaan hari itu adalah ternyata suami bisa mendampingi saya. Dan hal kedua, Bapak & Ibu mertua ternyata juga bisa datang ke Bogor. Akhirnya saya tak sendiri menghadapi pengalaman pertama mengasuh bayi. Benar-benar momen kebahagiaan yang terasa lengkap, kelahiran bayi dengan kehadiran suami dan mertua.
Kehadiran mertua, terutama Ibu, sangat membantu kami. Beliau membimbing pembantu kami dan membantu mengatur rumah. Kesibukan memang terasa melelahkan terutama pada hari-hari pertama setelah aku melahirkan. Selain sibuk mengurus bayi, kami juga kedatangan banyak tamu sementara saya masih dalam kondisi lelah dan tidak boleh banyak beraktifitas fisik.
Perbedaan-perbedaan
3 hari berlalu, saya mulai merasakan baby blues. Kini saya tahu bagaimana perasaan sedih, gelisah dan merasa tak sanggup merawat bayi, merasa dituntut banyak hal sebagai ibu dan sebagainya. Perasaan yang umum dialami ibu baru melahirkan. Ditambah lagi, saya mulai merasakan perbedaan-perbedaan dengan Ibu Mertua.
Kasih sayang Ibu mertua tercurah penuh pada cucunya. Akibatnya, saya banyak sekali menerima wanti-wanti seperti kalau anak nangis jangan dibiarkan terlalu lama, atau kalau magrib jangan ditinggal sendirian. Ibu Mertua juga memintaku untuk meletakkan benda-benda seperti gunting (sengaja saya pilih yang tumpul), kitab suci dan rempah-rempah disekitar tempat tidur Cinta. Hmm..? Saya sedikit bisa mengerti maksud Ibu meski terkesan berlebihan dan protektif. Namun saya tak menemukan alasan rasional mengenai benda-benda yang diletakkan dekat kasur Cinta. Untuk sementara, saya biarkan saja beliau melakukan itu. Prinsip saya, tidak masalah sejauh hal itu tidak berhubungan langsung dengan fisik Cinta.
Saya dan bayi tak boleh keluar teras selama masa nifas 40 hari, begitu Ibu menasehati saya. Menurut orang-orang tua di kampung Ibu, darah wanita dan anaknya yang baru lahir masih harum dan disukai mahkluk halus. Tapi kata Ibu kalau berjemur atau ke dokter boleh saja, ada pengecualian. Asalkan yang menjemur Cinta bergantian Ibu dan Pembantu saya. ”Lho kok beda-beda?” pikir saya. Saya ikuti saja aturan itu meskipun dengan alasan berbeda. Saya masih enggan berdebat banyak. Menurut saya, Ibu dan anak tak boleh keluar rumah karena khawatir tertular penyakit.
Akhirnya kami kompak
Hingga seminggu kemudian, perbedaan masih terjadi. Ibu meminta saya memberikan susu formula pada Cinta yang sedang menangis. Menurut Ibu Cinta masih lapar, tak cukup hanya ASI. Rencana ini kutolak dengan halus.Bagaimana mungkin saya membatalkan niat memberikan ASI ekslusif hanya karena tangis Cinta yang belum tentu disebabkan oleh lapar?
Untungnya, Mas Ari membantu memberi penjelasan ke Ibu manfaat ASI ekslusif. Diluar dugaan, Ibu menerima penjelasan Mas Ari yang memang masuk akal. Ibu malah berbalik mendukung ASI ekslusif dan rajin memasak makanan bergizi (dan tentu saja sangat enak) untuk saya. Bahkan bagian saya di’aman’kan agar tidak terambil oleh yang lain. Saya merasa sangat dimanjakan.
Suatu hari seorang tetangga yang sedang bertamu melihat feses Cinta yang encer. Dia menyarankan agar saya memberi pisang pada Cinta. Mendengar itu Ibu segera membeli pisang. ”Wah gawat... ibu harus diberi penjelasan.” pikir saya. Saya pun cepat-cepat mencari majalah yang menjelasan tentang feses bayi. Dengan hati-hati saya ajak Ibu untuk membaca bersama. Ternyata feses encer ini wajar untuk bayi dengan ASI ekslusif. Pisang tidak boleh diberikan pada bayi dibawah 6 bulan, Apalagi Cinta waktu itu masih berusia 1 minggu! Ibu bisa menerima penjelasan dari majalah itu dan mengurungkan niatnya menyuapi Cinta dengan pisang. Akhirnya pisang yang sudah dibeli ditambahi tepung dan digoreng untuk teman minum teh.
Tak terasa, tiba waktunya Mertua kembali ke Medan. Setelah 2 minggu bersama, saya mendapatkan pengalaman seru, senang dan haru merawat bayi bersama Ibu Mertua. Saya tak kuasa menahan tangis ketika Beliau menasehati agar betul-betul menjaga anak. Mereka sedih karena tak bisa terus menemani kami. Setelah itu, saya dan suami berjuang sendiri. Terasa sekali capeknya mengurus bayi tanpa pendampingan mereka. Bagaimanapun, saya sangat berterimakasih dan merasa tertolong oleh kehadiran Mertua.
Sejauh ini Mertua mempercayakan pengasuhan Cinta sepenuhnya kepada kami (selain karena memang jarak memisahkan). Tidak ada perbedaan yang berarti. Bahkan Mertua salut dengan cara kami mendidik Cinta menjadi anak yang sehat, mandiri, sopan dan suka belajar. Kini Cinta sudah mau masuk TK. Cinta sangat akrab dengan Kakek dan Neneknya meskipun jarang bertemu. Saya sangat bahagia dengan kondisi hubungan keluarga kami.
Tulisan ini untuk rubrik Diary Bunda Majalah Mother and Baby edisi Mei 2009
Kehadiran mertua, terutama Ibu, sangat membantu kami. Beliau membimbing pembantu kami dan membantu mengatur rumah. Kesibukan memang terasa melelahkan terutama pada hari-hari pertama setelah aku melahirkan. Selain sibuk mengurus bayi, kami juga kedatangan banyak tamu sementara saya masih dalam kondisi lelah dan tidak boleh banyak beraktifitas fisik.
Perbedaan-perbedaan
3 hari berlalu, saya mulai merasakan baby blues. Kini saya tahu bagaimana perasaan sedih, gelisah dan merasa tak sanggup merawat bayi, merasa dituntut banyak hal sebagai ibu dan sebagainya. Perasaan yang umum dialami ibu baru melahirkan. Ditambah lagi, saya mulai merasakan perbedaan-perbedaan dengan Ibu Mertua.
Kasih sayang Ibu mertua tercurah penuh pada cucunya. Akibatnya, saya banyak sekali menerima wanti-wanti seperti kalau anak nangis jangan dibiarkan terlalu lama, atau kalau magrib jangan ditinggal sendirian. Ibu Mertua juga memintaku untuk meletakkan benda-benda seperti gunting (sengaja saya pilih yang tumpul), kitab suci dan rempah-rempah disekitar tempat tidur Cinta. Hmm..? Saya sedikit bisa mengerti maksud Ibu meski terkesan berlebihan dan protektif. Namun saya tak menemukan alasan rasional mengenai benda-benda yang diletakkan dekat kasur Cinta. Untuk sementara, saya biarkan saja beliau melakukan itu. Prinsip saya, tidak masalah sejauh hal itu tidak berhubungan langsung dengan fisik Cinta.
Saya dan bayi tak boleh keluar teras selama masa nifas 40 hari, begitu Ibu menasehati saya. Menurut orang-orang tua di kampung Ibu, darah wanita dan anaknya yang baru lahir masih harum dan disukai mahkluk halus. Tapi kata Ibu kalau berjemur atau ke dokter boleh saja, ada pengecualian. Asalkan yang menjemur Cinta bergantian Ibu dan Pembantu saya. ”Lho kok beda-beda?” pikir saya. Saya ikuti saja aturan itu meskipun dengan alasan berbeda. Saya masih enggan berdebat banyak. Menurut saya, Ibu dan anak tak boleh keluar rumah karena khawatir tertular penyakit.
Akhirnya kami kompak
Hingga seminggu kemudian, perbedaan masih terjadi. Ibu meminta saya memberikan susu formula pada Cinta yang sedang menangis. Menurut Ibu Cinta masih lapar, tak cukup hanya ASI. Rencana ini kutolak dengan halus.Bagaimana mungkin saya membatalkan niat memberikan ASI ekslusif hanya karena tangis Cinta yang belum tentu disebabkan oleh lapar?
Untungnya, Mas Ari membantu memberi penjelasan ke Ibu manfaat ASI ekslusif. Diluar dugaan, Ibu menerima penjelasan Mas Ari yang memang masuk akal. Ibu malah berbalik mendukung ASI ekslusif dan rajin memasak makanan bergizi (dan tentu saja sangat enak) untuk saya. Bahkan bagian saya di’aman’kan agar tidak terambil oleh yang lain. Saya merasa sangat dimanjakan.
Suatu hari seorang tetangga yang sedang bertamu melihat feses Cinta yang encer. Dia menyarankan agar saya memberi pisang pada Cinta. Mendengar itu Ibu segera membeli pisang. ”Wah gawat... ibu harus diberi penjelasan.” pikir saya. Saya pun cepat-cepat mencari majalah yang menjelasan tentang feses bayi. Dengan hati-hati saya ajak Ibu untuk membaca bersama. Ternyata feses encer ini wajar untuk bayi dengan ASI ekslusif. Pisang tidak boleh diberikan pada bayi dibawah 6 bulan, Apalagi Cinta waktu itu masih berusia 1 minggu! Ibu bisa menerima penjelasan dari majalah itu dan mengurungkan niatnya menyuapi Cinta dengan pisang. Akhirnya pisang yang sudah dibeli ditambahi tepung dan digoreng untuk teman minum teh.
Tak terasa, tiba waktunya Mertua kembali ke Medan. Setelah 2 minggu bersama, saya mendapatkan pengalaman seru, senang dan haru merawat bayi bersama Ibu Mertua. Saya tak kuasa menahan tangis ketika Beliau menasehati agar betul-betul menjaga anak. Mereka sedih karena tak bisa terus menemani kami. Setelah itu, saya dan suami berjuang sendiri. Terasa sekali capeknya mengurus bayi tanpa pendampingan mereka. Bagaimanapun, saya sangat berterimakasih dan merasa tertolong oleh kehadiran Mertua.
Sejauh ini Mertua mempercayakan pengasuhan Cinta sepenuhnya kepada kami (selain karena memang jarak memisahkan). Tidak ada perbedaan yang berarti. Bahkan Mertua salut dengan cara kami mendidik Cinta menjadi anak yang sehat, mandiri, sopan dan suka belajar. Kini Cinta sudah mau masuk TK. Cinta sangat akrab dengan Kakek dan Neneknya meskipun jarang bertemu. Saya sangat bahagia dengan kondisi hubungan keluarga kami.
Tulisan ini untuk rubrik Diary Bunda Majalah Mother and Baby edisi Mei 2009
Hal yg sangat menyenangkan itu salah satunya kompak dengan mertua ya Mak. Semoga nanti sy juga bisa kompak sama mertua saya, aamiin :)
BalasHapusAamiin... selalu coba komunikasi. Mertua juga sebenarnya pengen dekat dengan menantu
HapusTernyata kuncinya kita memang harus punya bekal pengetahuan cukup agar bisa meyakinkan mertua bahwa kita pun bisa. :))
BalasHapusAlhamdulillah mertua saya open minded ya, mau menerima pengetahuan baru.
HapusMama Arin dan mama mertua memang kompak deh..
BalasHapusYa mba Nung, mertua sama dengan ibu sendiri
HapusPostingan ini buatku belajar :)
BalasHapusKlo nanti punya mertua ..hehe
Aamiin, kudoakan cepat dapat mertua yang baik ya...
HapusKompak dengan mertua terutama urusan pengasuhan adalah impian semua mak2..
BalasHapussalam hangat:)
Adanya perdebatan wajar sih, yang penting gak berlarut dan saling menyadari sama-sama belajar
Hapusasiknya kalo bisa kompak dengan mertua ya mak
BalasHapusAsyik banget, beliau memanjakan saya kalau pas saya mudik
HapusUntunglah mertuanya bisa pengertian ya
BalasHapus