Mobil innova yang kami naiki meluncur meninggalkan rumah Ibu. Dalam satu jam kami sudah jauh meninggalkan Trenggalek, kota kelahiranku, berjalan ke arah barat dan tak lama lagi akan meninggalkan propinsi Jawa Timur. Air mata ini masih menetes. Tak bisa kubendung derasnya meskipun kucoba bercanda dengan anak dan suami untuk mengalihkan pikiran. Air mata ini keluar sejak berpamitan dengan Ibu. Usai sudah acara mudik tahunan. Sedih hati ini mengingat hanya setahun sekali kesempatan bertemu disaat lebaran. Ibu bersikeras menempati rumah peninggalan bapak, tak mau tinggal dengan salah satu dari 7 anaknya. Dengan alasan tak mau merepotkan anak, saat ini ibu lebih memilih ditemani oleh adiknya (bibi) yang juga sudah janda. Mobil terus melaju melintasi jalan di tepi hutan jati di daerah sekitar Ngawi. Terlintas satu per satu kenangan masa lalu saat masih tinggal dengan ibu. Anak macam apa aku ini? Mengapa harus menunggu momen pasca perpisahan untuk mengingat segala wujud kasih sayang ibu
Jejak Karya Murtiyarini, Mama dari Asa dan Cinta