Sejak dunia seluler lahir, sejak itu pula tradisi kirim-kirim kartu lebaran telah tergantikan oleh sms. Kemudian disusul dengan pesan-pesan di facebook, email atau tweeter. Cepat, murah dan leluasa berkreasi kata-kata. Bahkan jauh hari sebelum lebaran tiba, tepatnya sehari sebelum puasa Ramadhan, alarm blackberry saya terdengar hampir setiap saat. Puluhan pesan berisi ucapan selamat berpuasa saya terima. Kalau boleh jujur, bosen juga membacanya karena isinya senada. Tapi masa’ iya sih..niat baik diabaikan begitu saja. Setidaknya saya cukup tahu siapa pengirimnya, untuk dibalas nanti kalau niat sudah ada. He..he..
Saya sempat tidak percaya membuka sms seorang teman yang rada gokil dan tak pernah serius ” Ketika senja sya’ban berlalu, fajar ramadhan menjelang, kami mohon dibukakan pintu maaf, atas lisan pernah menoreh luka, janji yang terabai, hati yang berprasangka, dan sikap yang menyakitkan. Selamat menunaikan ibadah puasa. ” Bener nggak ya sms itu dari dia? Maksud saya bener nggak hasil karangannya? Jika betul, berarti budaya mengarang pesan Ramadhan ini telah bermanfaat untuk mengubah sikap seseorang menjadi sedikit serius.
Beradu kalimat indah tanpa disadari menjadi ajang perlombaan. Ada yang orisinil tapi tak jarang ada pesan yang sama isinya. Hanya sebagian kata-katanya saja diganti. Bisa ditebak, pasti dari sumber yang sama, buku kumpulan sms, atau menforward pesan yang diterimanya.
Namun hak merangkai kata adalah milik siapa saja. Itulah manfaat kedua dari trend kirim SMS ini, semua orang jadi pandai merangkai kata. Isi SMS pun bisa mencerminkan pengirimnya.
“Mari kita sambut Ramadhan dengan : setting niat, upgrade iman, download kesabaran, delete dosa, dan hunting pahala. ” Begitu isi SMS Santi, temanku yang kerja di bagian IT.
Lain lagi dengan sms dari Budi, seorang teman yang setiap hari menempuh perjalanan jauh keliling kota sebagai salesman. Status FB nya menunjukkan pemakaian BBM yang tinggi menjadi pikirannya : ”Marhaban ya ramadhan, semoga bulan ini penuh BBM (Bulan barokah & Maghfiroh). Mari kita Premium (Prei makan minum), Solar (sholat lebih rajin) dan Minyak tanah (meningkatkan iman banyak tahan nafsu dan amarah) serta Pertamax (perangi tabiat maksiat)”
Saya sendiri agak enggan ikut dalam trend saling kirim ucapan ini. Tapi berhubung kata Pak Ustad sebelum puasa afdolnya maaf-maafan, maka dengan alasan itu pesan di wall FB atau sms kubalas dengan 2 kata yang sama yaitu ”sama-sama.”
Saling kirim ucapan semakin marak ketika memasuki minggu terakhir ramadhan alias menjelang lebaran. Tak henti-henti BB ku berbunyi. Biarpun sudah bisa menduga isinya, tapi siapa tahu ada pesan penting masuk. So, mau nggak mau harus dilihat satu-satu. Sabar.. sabar... sedang puasa, nasehat saya pada diri sendiri. Masih untung HP jaman sekarang dilengkapi memory tinggi, bayangkan beberapa tahun lalu saat HP masih berkapasitas 20 sms, setiap kali memory penuh harus rajin menghapus sms dalam inbox.
Sering saya tertawa sendiri membaca pesan yang kuterima, ”Anak kodok makan ketupat, setelah kenyang pergi melompat. Krim kartu sudah nggak sempat, pake SMS pun no what-what. Mohon maaf lahir dan batin. Tetap semangat dan dahsyat.”
Kadang saya perlu mengerutkan kening memahami SMS dari seorang Bulik atau Tante di Semarang yang memang Jawa banget : ”Dahar ketupat kaliyan santen, Sedaya kalepatan nyuwun pangapunten.”
Saya sendiri tidak mau mau kalah dalam persaingan kata-kata indah apalagi dibilang klise. Maka dengan mengerahkan segala kemampuan, berhasil saya ciptakan beberapa kalimat indah. Tidak terlalu panjang, yang penting orisinal buatan sendiri. Dengan mempunyai stok sms, begitu menerima sms dari seseorang, dalam hitungan detik saya sudah membalasnya. Semoga saja si penerima tidak heran bagaimana jari saya bisa mengetik sms secepat itu.
Niat hati ingin mengirim pesan yang unik untuk setiap orang berbeda. Sayangnya, ide saya tak sebanyak jumlah teman-teman, terpaksa beberapa teman menerima pesan dengan kalimat sama. Untuk menyiasatinya, jangan sampai teman yang berdekatan atau saling kenal mendapat kalimat yang sama.
Dan malam takbiran tiba. Saya mulai melayangkan pesan lebaran pada semua teman di kontak blackberry, facebook, tweeter, dan milis. Kalau pesan-pesan itu kelihatan, mungkin langit gelap tertutup huruf-huruf yang beterbangan.
Dari sekian pesan yang saya terima hari itu, ada satu pesan yang menarik perhatian. Pengirimnya dari Ratna, teman SMA yang hanya kontak setahun sekali, itupun biasanya pas lebaran. Kali ini dia mendahului mengirim sms sebelum saya sempat mengiriminya (maklum, huruf R belakangan menunggu giliran).
Sepertinya saya sangat mengenal kalimat dari Ratna : ”Seiring kumandang takbir pagi, teraih kemenangan fitri. Dan hati pun berhias pelangi, Tergerak sanubari ulurkan jemari. Tautkan kembali silaturahmi , Mohon maaf atas kesalahan diri. Selamat Idul Fitri 1431 H.
Saya buka lagi arsip sms lebaran ”ciptaan” saya. Astaga, ternyata sms dari Ratna persis seperti yang kalimat saya buat. Sejenak saya ingat-ingat lagi kepada siapa kalimat itu telah terkirim : Anto teman waktu kuliah, Heni penjahit langganan di kampung, Neny teman SMA atau Dina, sepupu saya yang kebetulan satu kos dengan Ratna ? Mungkin Ratna terima dari salah satu mereka.
Tapi belum tentu juga, saya kirim sms itu ke sekian orang, mungkin mereka masing-masing mengirimkan ke sekian orang berikutnya. Entah rantai yang keberapa yang diterima Ratna. Baguslah, berarti kalimat ciptaan saya itu disukai. Kalau di dunia rekaman atau penerbitan buku pasti royaltinya sudah banyak.
Terkadang sulit membedakan mana yang orisinil dan mana hasil copas saking pada akhirnya bertebaran berbagai ucapan2. bingung juga kalau baca begitu, apalagi datangnya dari broadcast. akhirnya pilihan saya, diam tidak membalasnya, hihihi. *sombong ga sik? ga ada niatan juga
BalasHapusenggak sombong lah...yang kirim sms belum tentu inget siapa aja yang dikiriminya wkwkwkw...
HapusKadang sy skip, males baca yg nggak orisinil. Kita taulah mana yg orisinil & tdk, bahasa teman2 kita kan kita hapal. Biasanya sy jawab "sama2" gitu aja. Sama2 gak niat maksudnya heheheeee....
BalasHapusSekarang sih kebanyakan copas an ya mbak Arin, hehe.
BalasHapusHa-ha-ha.. pernah ngerasain zaman itu dan kujawab dengan sama2. Aku sendiri malah jarang memgarang2 panjang begitu, to The point aja. Met lebaran, maafin yaa.
BalasHapus