Membangun Iklim Kerja Kondusif dan Optimis untuk Pelayanan Prima [Juara 2 Lomba Esai Dies Natalis 30 FMIPA IPB]
Tenaga kependidikan, bukan sekedar penunjang
Berjalannya roda pendidikan di perguruan tinggi ditentukan oleh 3 komponen utama SDM yaitu dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa. Istilah dosen dan mahasiswa sudah sangat popular di masyarakat. Bagaimana dengan istilah tenaga kependidikan? Saya sebagai tenaga kependidikan, sering mendapati orang yang salah sangka dengan profesi ini. Mereka mengira, tenaga kependidikan sama seperti dosen. Kemudian saya jelaskan bahwa sebelumnya kita mengenal istilah pegawai atau bagian tata usaha atau tenaga penunjang yang kemudian mengalami penyesuaian sesuai perkembangan fungsi dan cakupannya dengan istilah tenaga kependidikan.
Seperti tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003, Pasal 39 (Ayat 1), tenaga kependidikan adalah tenaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Di Institut Pertanian Bogor, tenaga kependidikan meliputi administrasi umum, tenaga administrasi akademik, pranata laboratorium, pustakawan, pengelola keuangan, satpam, dan arsiparis.
Bagaimana posisi tenaga kependidikan dalam sebuah per
guruan tinggi? Seberapa pentingkah? Atau hanya sebagai penunjang ? Peran tenaga kependidikan bagi perguruan tinggi sangat penting. Perubahan istilah dari tenaga penunjang menjadi tenaga kependidikan merupakan bentuk pengakuan bahwa peran para administrasi umum, tenaga administrasi akademik, pranata laboratorium, pustakawan, pengelola keuangan, satpam, dan arsiparis sangat menentukan proses kependidikan di perguruan tinggi. Baik dosen maupun mahasiswa tidak bisa bekerja sendiri, mereka sangat membutuhkan pelayanan tenaga kependidikan untuk kegiatan akademisnya. Karena itu, kualitas pelayanan tenaga kependidikan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian masyarakat .
Mengurai permasalahan tenaga kependidikan di IPB
Pelayanan adalah hal utama yang menjadi fokus kerja tenaga kependidikan. Berbagai permasalahan tenaga kependidikan masih banyak terlihat dalam pelayanan-pelayanan di IPB. Saya sebagai salah satu tenaga kependidikan, mencoba mencermati berbagai permasalahan yang ada di unit kerja saya terutama, dan juga mencermati yang terjadi di IPB pada umumnya. Saya mencoba obyektif, esai ini sekaligus sebagai bentuk interospeksi bagi diri. Dalam esai ini, saya berbicara dalam kacamata pribadi, apa yang saya jabarkan disini tidak berlaku general, juga tidak berlandaskan data.
Pelayanan adalah hal utama yang menjadi fokus kerja tenaga kependidikan. Berbagai permasalahan tenaga kependidikan masih banyak terlihat dalam pelayanan-pelayanan di IPB. Saya sebagai salah satu tenaga kependidikan, mencoba mencermati berbagai permasalahan yang ada di unit kerja saya terutama, dan juga mencermati yang terjadi di IPB pada umumnya. Saya mencoba obyektif, esai ini sekaligus sebagai bentuk interospeksi bagi diri. Dalam esai ini, saya berbicara dalam kacamata pribadi, apa yang saya jabarkan disini tidak berlaku general, juga tidak berlandaskan data.
Data dan kondisi yang sebenar-benarnya tentang tenaga kependidikan IPB tentunya ada pada SDM IPB.
a. Kejelasan dan efisiensi tugas
Secara berkala tenaga kependidikan mendapatkan formulir edaran dari SDM IPB untuk menuliskan tugas dan fungsinya. Data ini kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan SDM menyusun formasi tenaga kependidikan di masing-masing unit sesuai kebutuhan.
Yang menjadi permasalahan, ada dijumpai tenaga kependidikan yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Disisi lain, ada klien dalam hal ini terutama dosen yang menugaskan sesuatu pekerjaan diluar tugas dan fungsi tenaga kependidikan sehingga yang bersangkutan tidak bisa menolak. Sebenarnya, sejauh tidak mengganggu tugas utama, penugasan diluar fungsi tidak menimbulkan masalah, justru menambah manfaat dan keahlian bagi kedua belah pihak. Di sini diperlukan kejelasan deskripsi kerja masing-masing tenaga kependidikan.
Kasus sebaliknya yang terjadi pada sebuah unit, tampak seorang tenaga kependidikan yang sangat sibuk, bahkan sampai pada jam istirahat tetap bekerja. Di unit yang sama, tenaga kependidikan yang lain tampak mengobrol, dan itu berlangsung lama. Ada beberapa kemungkinan terkait hal ini. Bisa jadi, tenaga kependidikan yang mengobrol sangat cepat menyelesaikan tugas, sebaliknya, yang sedang sibuk kurang cekatan bekerja sehingga pekerjaan menumpuk. Atau tenaga pendidikan A banyak tugasnya, tenaga pendidikan B sedikit tugasnyA.
Kemudian muncul pertanyaan, mengapa tidak saling membantu sesama mereka sehingga tidak terjadi kesenjangan kesibukan? Apakah karena deskripisi kerja yang sedemikian jelas (jika tidak bisa disebut “saklek”), sehingga tidak bisa (tidak mau) diperbantukan saat terjadi kelebihan beban kerja di lain. Atasan yang bijak akan jeli melihat hal ini dan melakukan re-order pekerjaan pada masing-masing tenaga kependidikan sesuai kapasitasnya.
b. Jam
kerja dan kehadiran
Jam
kerja yang berlaku di IPB untuk tenaga kependidikan adalah pukul 07.30 –
16.00. Kenyataannya jika melihat pada
rekam kehadiran finger print ada yang
hadir lebih siang, pulang lebih awal, dan otomatis jam kerja berkurang. Sebagian masih berusaha membayar “hutang jam
kerja” dengan datang lebih pagi bagi yang pulang cepat, atau pulang lebih sore
bagi yang datang lambat. Dari sini terlihat
upaya setiap pegawai meningkatkan persentase kehadirannya. Namun, hal ini tentu
saja buka pembenaran terhadap pelanggaran jam kerja.
Masalah
kehadiran ini kemudian menyeret kita pada masalah pelayanan, terutama bagi yang
berhubungan langsung dengan klien. Saat
klien membutuhkan, tenaga kependidikan tidak ditempat. Sementara dari kurangnya persen kehadiran
menyebabkan pekerjaan belum terselesaikan dan tertunda.
Mari
sikapi dengan bijak, apakah penyebab sulitnya kedatangan tepat waktu ini. Penyebab utama adalah masalah transportasi,
baik transportasi umum maupun yang disediakan IPB keduanya tidak mengkondusikan
dosen dan tenaga kependidikan untuk datang tepat waktu. Transportasi bis IPB hadir di rektorat paling
cepat pukul 7.30 dan masih harus berkeliling ke fakultas-fakultas mengantar
seluruh penumpang. Disusul kemudian
bis-bis lain yang datang belakangan. Begitupun saat pulang, bis berangkat lebih
awal dengan alasan agar tidak kesorean karena jalanan macet. Sementara bagi yang naik kendaraan umum, jalanan
di depan kampus IPB macet, begitupun jalan-jalan lain di berbagai titik di
Bogor. Memang ujung-ujungnya, tenaga
kependidikan ditutut datang lebih pagi, sementara masalah kemacetan dari tahun
ke tahun tidak pernah terurai.
Selain masalah transportasi, penyebab kehadiran
tidak tepat waktu adalah urusan lain diluar urusan kantor, bisa masalah
keluarga, masalah sekolah, masalah bisnis dan lain sebagainya. Belum ada solusi yang tepat untuk masalah
ini. Penertiban pada sebagian pihak
hanya akan menimbulkan kecemburuan, sementara penertiban secara menyeluruh
rasa-rasanya tidak mungkin melihat deskripsi pekerjaan yang berbeda.
c.
Komunikasi
efektif antar civitas akademika
Tugas
tenaga kependidikan adalah melayani mahasiswa dan dosen demi lancarnya proses belajar
mengajar. Karena tugasnya melayani,
posisi tenaga kependidikan memang seringkali dirasa kurang menyenangkan, dosen
menyuruh dan mahasiswa meminta berbagai hal.
Hal ini seringkali memang membuat yang bersangkutan sebagai pesuruh dan
kurang dihargai. Kadangkala sikap-sikap yang dilayani sering tidak
mengenakan.
Selain
itu, permasalahan sekecil apapun dalam hal pelayanan, bisa membawa tenaga
kependidikan sebagai pihak yang disalahkan dan disudutkan. Seringkali, terjadi overlap penugasan dari beberapa atasan yang berbeda. Dari sini, muncul suatu sikap pesimis dan
rendah diri pada diri tenaga kependidikan, berujung pada sikap enggan melayani
secara optimal. Akhirnya, seperti
lingkaran setan, antara sikap yang melayani dan yang dilayani tidak pernah
harmonis.
Selain
itu, situasi kerja tidak nyaman yaitu sikap saling menyalahkan, mencari
kesalahan rekan kerja, membebani rekan kerja, persaingan tak sehat dan tak mau
saling bantu berpotensi menurunkan semangat kerja. Ditambah sikap suka membicarakan keburukan
orang lain tanpa mengambil tindakan
supportif untuk menolong ke arah perbaikan. Situasi ini sungguh menunjukkan
betapa dangkalnya pemikiran seseorang.
Persaingan tak sehat justru menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk menunjukkan
eksistensi dirinya.
Karena
itu penting untuk menciptakan budaya komunikasi efektif dan sopan, serta menciptakan
kedekatan antar civitas akademika.
Gerakan ini bisa dimulai dari
pimpinan, menular ke bawah. Semakin banyak yang melakukan gerakan ini, semakin
nyaman iklim kerja di lingkungan Institut Pertanian Bogor.
d.
Peningkatan
pendidikan, skill, dan melek digital
Jika
kita cermati, tenaga kependidikan IPB
banyak yang setara dengan S1 dan Diploma. Masih sedikit yang bergelar S2.
Kegiatan adminitratif, laboratorium, dan perpustakaan dinilai tidak memerlukan
pendidikan yang tinggi. Padahal,
pendidikan bertujuan untuk memperbaiki pola pikir dan pola kerja, sehingga
terjadi peningkatan skill dan kinerja
tenaga kependidikan.
Selain
skill terkait pelayanan, ada skill yang harus dikuasai dalam era
global ini, yaitu kemampuan menyerap informasi dan menggunakan sarana dan
prasarana teknologi informasi. Fasilitas
komputer dan internet sangat berpotensi meningkatkan kemampuan tenaga
kependidikan sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kinerjanya. Mohon untuk tidak berburuk sangka, computer
dan internet tidak identik dengan games dan
social media. Efisiensi pekerjaan bukan berarti sepanjang
jam kerja tenaga kependidikan terus bekerja dan mencari-cari pekerjaan. Jeda sesaat boleh saja, karena kita
manusia. Atau pada saat tidak semua
pekerjaan terselesaikan hari itu, tidak ada salahnya untuk melakukan hal-hal
lain yang bermanfaat.
Saya
sangat berterimakasih atas fasilitas internet LAN IPB berkapasitas tinggi. Internet ini sangat berjasa pada saya, pertama
untuk sumber informasi segala sesuatu yang sebelumnya tidak saya ketahui,
terkait pekerjaan ataupun bukan, dan kedua, internet mengeluarkan saya dari
kejenuhan rutinitas administrasi dan menghindarkan saya dari istilah “katak
dalam tempurung”.
Seberapa
persen tenaga kependidikan yang telah melek digital? Tenaga kependidikan IPB tampaknya
belum memaksimalkan pemanfaatan fasilitas internet ini. Salah satunya, staff blog, sebagai sarana aktualisasi, penyebaran informasi antar
civitas akademika, dan self marketing individu dan IPB belum banyak
dimanfaatkan.
Dunia
saat ini berada dalam genggaman internet.
Popularitas sebuah nama ditentukan seberapa kemampuannya melakukan self marketing di dunia maya. Kita coba saja melakukan search google,
dengan kata kunci “Institut Pertanian Bogor”, maka akan terlihat seberapa
banyak angka entri yang keluar. Kemudian
coba dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri yang lain, misalnya UI, ITB
dan UGM. Nama IPB masih kurang popular
di dunia maya. Tenaga kependidikan IPB
bidang IT masih harus bekerja keras untuk memperjuangkan nama IPB di dunia
maya. Padahal IPB telah meluluskan
ahli-ahli ilmu komputer dan teknologi informasi yang handal. Sungguh, sebuah ironisme.
Kemampuan lain yang masih sangat minim di
kalangan tenaga kependidikan adalah kemampuan berbahasa Inggris. Padahal IPB
sudah menekatkan dirinya menjadi universitas berkelas internasional. IPB banyak menerima tamu-tamu dan pelajar
dari luar negeri. Tentu, bahasa Inggris
adalah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh seluruh tenaga kependidikan pada
berbagai tugas dan fungsi.
Tenaga Pendidikan yang satu ini melek digital lho.. |
e.
Penelusuran
minat dan penghargaan
Apakah tenaga kependidikan sudah menempati posisi kerja sesuai dengan minatnya? Tampaknya tidak semua demikian. Kenyataannya, tenaga kependidikan yang saat ini ada di unit masing-masing kelihatannya masuk berdasarkan ketersediaan lowongan yang terbatas sehingga mau tidak mau menerima dan menikmati. Tentu saja tidak mudah bagi SDM untuk melakukan pertukaran atau mutasi tenaga kependidikan dari satu unit ke unit lain. Harus ada pendataan menyeluruh dan memperhatikan load kerja yang tengah berlangsung. Sementara proses belajar mengajar tidak boleh jeda.
Tenaga kependidikan yang bekerja sesuai minat, tentu akan melakukan pekerjaan dengan lebih berbahagia dan ini tentu akan menaikkan kinerja. Penting bagi SDM IPB melakukan penelusuran minat kepada tenaga kependidikan. Perlu juga adanya penghargaan IPB seperti yang dilakukan setiap tahun dengan mengadakan pemilihan tenaga kependidikan berprestasi dari berbagai kategori.
f.
Konseling
bagi tenaga kependidikan
Tenaga
kependidikan setiap 3 bulan mendapatkan penilaian kinerja dari atasan. Penilaian tersebut menjadi pegangan bagi perbaikan-perbaikan pada periode selanjutnya. Selain penilaian tertulis, juga terdapat teguran-teguran lisan secara langsung dari atasan kepada tenaga kependidikan. Kesan saya, tenaga kependidikan hanya berhak mendapatkan penilaian dan teguran. Namun bagaimana jika tenaga kependidikan mempunyai penilaian dan ingin menyampaikan sesuatu yang kurang berkenan mengenai atasannya? Kepada siapa konseling ini dapat dilakukan, bagaimana prosedurnya dan apakah privasi dan keamanan yang bersangkutan terjamin apabila menyampaikan suaranya? Saya pribadi belum mengetahui ada tidaknya masalah konseling ini. Mungkin sudah ada namun, belum sampai informasinya kepada saya. Perlu sosialiasi yang luas akan
hal ini.
g.
Peningkatan
kesejahteraan, sertifikasi dan pembinaan karir.
Tenaga
kependidikan IPB ada yang sudah berstatus PNS ada juga yang berstatus
honorer. Bagi yang honorer, upah yang diterima dari masing-masing unit tidak sama. Memperoleh penghasilan yang layak adalah hak tenaga kependidikan. Kebijakan memberikan upah minimum menjadikan tenaga kependidikan bermental kuli, bukan mengejar prestasi. Peningkatan kesejahteraan dengan gaji yang layak merupakan langkah penting dalam meningkatkan kinerja. Jika standar gaji yang akan dinaikkan, maka dilakukan juga standar kompetensi yang sepadan. Karena bekerja salah satunya untuk mencari pendapatan, maka memperhatikan kesejahteraan tenaga kependidikan merupakan suatu upaya mempertahankan SDM berkualitas agar tidak berpindah pekerjaan ke tempat lain dengan penghasilan lebih tinggi, juga untuk meningkatkan kinerja dan memberikan penghargaan bagi mereka yang loyal terhadap IPB.
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan akan memantapkan sistem penjamin mutu pendidikan. Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan dan kinerja tenaga kependidikan.
Iklim
kerja kondusif dan optimis
Dari uraian demi uraian permasalahan di atas, benang merah yang bisa saya tarik adalah penciptaan iklim kerja kondusif dan membangun optimisme tenaga kependidikan. Karena IPB adalah sebuah sistem yang dibangun bersama, untuk mencapai tujuan ini tidak bisa dibebankan pada satu komponen saja, yaitu tenaga kependidikan. Tentunya dari Rektor IPB sebaiknya gerakan ini diawali, kemudian gerakan ini ditularkan ke pemegang-pemegang mandat dibawahnya, hingga tersampaikan ke seluruh unsur tenaga kependidikan di IPB.
Kuncinya adalah bekerja dengan hati. Tenaga kependidikan akan mampu bekerja dan memberikan pelayanan dengan baik jika dia mencintai pekerjaan, termotivasi, optimis dan menikmati suasana kerja yang kondusif. Dalam hal ini, manajemen SDM perlu mengambil inisiatif gerakan yang menyeluruh bagi segenap civitas akademika demi terciptanya iklim kerja yang kondusif.
Tulisan ini memenangkan Juara 2 Lomba Esai Dies Natalis ke 30 FMIPA IPB
dan mendapatkan hadiah Leptop
Komentar
Posting Komentar