Oleh : Murtiyarini
(Foto dari www.mediaindonesia.com)
Prolog
Pemerintah memilih 24 perusahaan di seluruh Indonesia sebagai pembina terbaik tenaga kerja perempuan tingkat provinsi selama tahun 2012. Anugerah ini diberikan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersamaan dengan peringatan Hari Ibu 22 Desember 2012.
Perusahaan-perusahaan yang terpilih bergerak di sektor usaha perkebunan, industri rokok, perhotelan, pabrik gula, elektronik, rumah sakit, hingga pertambangan emas. Penghargaan ini diharapkan diikuti dengan penerapan perlindungan hak-hak perempuan di tempat kerja melalui penegakan peraturan ketenagakerjaan yang mengacu pada sejumlah kerangka hukum seperti Konvensi ILO (International Labour Organization), Konvensi CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women) dan MDGs (Millenium Development Goals). Upaya diatas semakin memantapkan pengakuan peran perempuan dalam roda industi dan perekonomian bangsa ini.
Topik ini sangat menarik dalam kaitannya dengan upaya PTPN X yang tengah giat membangkitkan kembali industri gula melalui pabrik-pabrik gula. Satu dari 24 perusahaan yang menerima penghargaan diatas adalah pabrik gula PT Gunung Madu Plantation di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Bukan tidak mungkin, pengembangan pabrik-pabrik gula oleh PTPN X dimasa mendatang lebih memihak pada perempuan dengan memberi peluang kerja dan perlindungan kepada perempuan-perempuan di desa sekitar pabrik gula.
Pabrik Gula dalam Aspek Ekonomi
Keberadaan industri di suatu daerah dapat membangkitkan sektor-sektor lainnya seperti perdagangan, pertanian, ataupun jasa. Sebaliknya, berkembangnya sektor-sektor tersebut akan mendukung pertumbuhan industri. Kebangkitan berbagai sektor tersebut membuka peluang kerja dan pendapatan masyarakat. Kemampuan ekonomi masyarakatpun membaik.
Yang terjadi pada industri gula. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebutuhan gula dalam negeri yang terus meningkat 3.87% setiap tahun. Diperlukan sekitar 12 kg per tahun gula untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia. Jika industri gula tidak bisa memenuhinya, maka seperti yang terjadi saat ini, Negara kita masih membutuhkan gula impor.
Pemerintah perlu segera membangkitkan potensi-potensi industri gula di Indonesia. Peningkatan produksi pada Pabrik Gula akan berdampak ke ekonomi lokal karena industri gula mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pendapatan ekonomi lokal.
Selama periode 2007-2009, industri gula merupakan sumber pendapatan bagi 1.3 juta orang yang bekerja pada areal sekitar 400 ribu ha perkebunan tebu di Seluruh Indonesia. PTPN X yang menaungi pabrik-pabrik gula di wilayah Jawa Timur memiliki luasan areal unit usaha gula sekitar 72.125 ha pada tahun 2012, dan sedikitnya mempekerjakan 71.691 petani tebu serta 12.000 karyawan dari masyarakat di sekitar pabrik gula. Jumlah tersebut belum termasuk ratusan ribu tenaga penunjang lepas seperti tenaga tebang, sopir bus pengangkut tebu, penjual makanan dan lain sebagainya.
Peran Perempuan dalam Ekonomi Masyarakat
Dalam situasi ekonomi kurang baik, dukungan masyarakat terutama keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat akan berdampak positif pada tatanan mekanisme ketahanan kemandirian ekonomi keluarga. Krisis ekonomi dan krisis moneter yang dialami bangsa ini berdampak negatif pada keluarga-keluarga di Indonesia. Perempuan sebagai pilar penting keluarga menanggung beban ganda. Pertama, menghadapi kenyataan suami yang ter-PHK, sehingga tidak mampu menafkahi keluarga. Kedua, sebagai pekerja, perempuan ter-PHK merasa tidak bisa membantu perekonomian keluarga. Belum lagi tekanan mental yang dihadapi pada semua persoalan krisis.
Kabar baiknya, secara kultur dan fakta empiris perempuan memiliki keunggulan prima dalam menghadapi krisis internal dan eksternal. Secara kultural perempuan mempunyai peran psikologis sebagai pemberi rasa nyaman keluarga. Perempuan memiliki etos pengorbanan tinggi untuk selalu mendahulukan kepentingan keluarga. Jika seorang perempuan bekerja mencari nafkah maka kegiatan itu dilakukan demi kesejahteraan keluarga.
Secara fakta empiris historis, perempuan mempunyai daya adaptasi lebih baik untuk menghadapi kemelut hidup. Perempuan dinilai lebih tabah dibanding pria. Perempuan sebagai istri menjalankan peran sebagai pengelola atau manajer rumah tangga. Tugasnya sangat krusial dalam mengatur pengeluaran keluarga. tindakan penghematan terbukti efektif sebagai bentuk pertahanan keluarga. Perempuan juga memiliki keuletan dan keluwesan yang didukung akses ke modal akan dapat menciptakan pasar kerja informal dan usaha kecil keluarga.
Membangun perempuan berarti membangun negara dan bangsa. Karena itu memantapkan ketahanan perempuan dan keluarga akan membawa dampak jangka panjang mengatasi berbagai krisis kehidupan. Usaha ini dapat dimulai dari perempuan dengan basis keluarga sebagai unit sasaran pembinaan. Perempuan bukan lagi sebagai aset pelengkap, sudah saatnya melihat perempuan sebagai aset strategis. Bukan hanya jumlah perempuan yang potensial, namun juga perspektif pemberdayaan perempuan akan berdampak pada ketahanan bangsa. Dengan demikian perempuan sebagai pilar bangsa dapat berperan untuk pembangunan dengan dimensi kesetaraan gender.
Menurut data BPS tahun 2010, persentase penduduk perempuan adalah 49,83%. Sebagai pencari nafkah, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Perempuan 38,58%, sedangkan TPAK laki-laki 61,42%. Dinamika TPAK perempuan dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi dan budaya. Sebagai aset sumberdaya manusia perempuan tetap mempunyai peran-peran strategis karena selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga mampu bekerja mencari nafkah. Namun karena perempuan banyak dibutuhkan di ranah domestik, maka sebagian besar perempuan menginginkan bekerja di lingkungan rumah. Peran perempuan yang menempatkan mereka sebagai pekerja domestik dan laki-laki sebagai pekerja sektor publik. Akibatnya banyak perempuan memilih mencari nafkah di lingkup rumah tangga atau di lahan pertanian milik keluarga.
Tingkat pendidikan perempuan desa usia 16-18 tahun atau setara SMU pada tahun 2010 sebanyak 61.57 % untuk perkotaan dan 47.88% untuk pedesaan. Artinya, perempuan desa mengalami kekurangan dalam hal akses pendidikan sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan di tempat-tempat yang mensyaratkan pendidikan minimal SMU. Karena itu perempuan desa banyak berdiam di desanya. Otomatis peluang pekerjaan tergantung dari keberadaan industri atau bisnis di desa tersebut. Jika ada kegiatan kelompok keterampilan atau sosial mereka sangat antusias untuk ikut karena pada dasarnya perempuan desa juga mempunyai etos kerja yang baik.
Menurut BPS 2004, perempuan lebih banyak bekerja di sektor primer (pertanian) yaitu 44,62%, di sektor skunder (perdagangan, keuangan dan jasa) sebanyak 28,57%, dan di sektor tertier (pertambangan, Industri, listrik, bangunan dan angkutan) sebanyak 28,57%. Sektor primer tidak terjadi terlalu banyak kesenjangan gender laki-laki dan perempuan, namun sektor skunder dan tertier kesenjangan cukup mencolok. Selain itu, perempuan juga lebih banyak bekerja di sektor informal 75,27% dibanding sektor formal 24,73%.
Melihat angka diatas, dan menimbang pentingnya peran perempuan dalam pemberdayaan ekonomi keluarga, maka potensi lapangan pekerjaan untuk perempuan masih perlu ditingkatkan. Pabrik Gula adalah industri yang sangat berpotensi menyediakan lapangan pekerjaan bagi perempuan desa-desa di sekitar Pabrk.
Peran Pabrik Gula dalam Pemberdayaan Perempuan
Industri gula menyediakan banyak aktivitas ekonomi dan membuka banyak peluang kerja. Berbagai proses yang ditempuh Pabrik Gula dari awal penyediaan bahan baku, pemrosesan hingga pemasaran hasil sangat padat karya. Saat ini, aktivitas Pabrik Gula lebih banyak memerlukan tenaga kerja laki-laki dibanding perempuan, terutama karena banyak pekerjaan yang memerlukan ketrampilan dan kekuatan fisik laki-laki. Namun tidak menutup kemungkinan, jika perempuan dibekali pengetahuan dan ketrampilan tentang pekerjaan industri gula, ada beberapa posisi pekerjaan yang bisa dialokasikan untuk tenaga kerja perempuan.
Pabrik gula membutuhkan banyak pasokan tebu pada musim giling. Kebutuhan tebu untuk bahan baku proses produksi gula cukup tinggi. PTPN X membutuhkan bahan baku tebu sekitar 5 – 7 juta ton tebu setiap tahunnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tebu, diperlukan tenaga yang bekerja di kebun tebu sebagai penanam tebu, penebang tebu, pengangkut tebu, dan sopir truck yang mengantarkan tebu ke pabrik. Pada tahapan selanjutnya, dibutuhkan tenaga produksi, tenaga pembantu produksi, maupun tenaga pengangkut gula dari gudang ke truck. Perempuan dapat mengambil posisi sebagai tenaga kerja yaitu pada bidang kerja yang bisa dilakukan oleh perempuan, misalnya menanam tebu, menyiangi rumput di sekitar ladang tebu, menyemprotkan pembasmi hama, melepas pelepah tua dan mengumpulkannya untuk pakan sapi atau atap rumbia, menyortir tebu, bagian penghitungan hasil dan penimbangan hasil.
Kecukupan tebu untuk proses industri gula diperoleh dari kebun milik Pabrik Gula, dan lahan sewaan milik warga sekitar. Kegiatan sewa lahan ini mendatangkan penghasilan bagi penduduk setempat. Dari kegiatan ini, pemilik lahan juga mendapatkan keuntungan lebih karena dapat melanjutkan budidaya yang sudah dilakukan oleh pabrik gula pada musim tanam berikutnya. Perempuan-perempuan desa dapat berperan membantu proses penanaman tebu yang dilakukan dilahan-lahan milik keluarga mereka.
Pada proses produksi di Pabrik Gula memang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Adapun alokasi pekerjaan untuk perempuan misalnya pada kegiatan pemeliharaan mesin – mesin pabrik , tenaga kebersihan, bagian penyortiran, bagian pengemasan dan bagian pemasaran. Tentu saja, semua posisi tersebut harus diawali dengan training oleh pihak manajemen pabrik guna memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan. Harapannya akan lebih banyak tenaga kerja perempuan di desa sekitar pabrik yang bisa bekerja di pabrik gula.
Dalam kaitannya dengan penerimaan tenaga kerja perempuan sebagai karyawan di Pabrik Gula, pihak Pabrik perlu melakukan beberapa penyesuaian. Misalnya pada peraturan terkait hak dan kewajiban tenaga kerja perempuan, standarisasi gaji dan upah, jam kerja dan aturan-aturan lain yang menyertainya.
Saat musim giling, aktivitas ekonomi yang muncul di sekitar pabrik gula menyebabkan kebutuhan makanan, minuman dan kebutuhan – kebutuhan lainnya, hal ini menciptakan peluang bagi perempuan sekitar pabrik gula untuk menjual barang – barang yang dibutuhkan oleh tenaga kerja pabrik.
Dengan membuka peluang lebih banyak untuk tenaga kerja perempuan, Pabrik Gula sebenarnya telah memanfaatkan aset sumber daya manusia yang sangat potensial untuk mendukung peningkatan produksi gula. Disisi lain, Pabrik Gula juga menjalankan perannya sebagai penggerak ekonomi daerah melalui pemberdayaan perempuan di desa sekitar Pabrik Gula.
Referensi :
Vitalaya, Aida. 2012. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. IPB Press.
www.ptpn10.com
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52087/F11mha_BAB%20I%20Pendahuluan.pdf?sequence=5
http://www.kabarbisnis.com/read/2835577
Foto dari http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/12/06/367970/4/2/P3GI_Targetkan_Produksi_100_Juta_Bibit_Tebu_Tahun_Depan
Yang terjadi pada industri gula. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebutuhan gula dalam negeri yang terus meningkat 3.87% setiap tahun. Diperlukan sekitar 12 kg per tahun gula untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia. Jika industri gula tidak bisa memenuhinya, maka seperti yang terjadi saat ini, Negara kita masih membutuhkan gula impor.
Pemerintah perlu segera membangkitkan potensi-potensi industri gula di Indonesia. Peningkatan produksi pada Pabrik Gula akan berdampak ke ekonomi lokal karena industri gula mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pendapatan ekonomi lokal.
Selama periode 2007-2009, industri gula merupakan sumber pendapatan bagi 1.3 juta orang yang bekerja pada areal sekitar 400 ribu ha perkebunan tebu di Seluruh Indonesia. PTPN X yang menaungi pabrik-pabrik gula di wilayah Jawa Timur memiliki luasan areal unit usaha gula sekitar 72.125 ha pada tahun 2012, dan sedikitnya mempekerjakan 71.691 petani tebu serta 12.000 karyawan dari masyarakat di sekitar pabrik gula. Jumlah tersebut belum termasuk ratusan ribu tenaga penunjang lepas seperti tenaga tebang, sopir bus pengangkut tebu, penjual makanan dan lain sebagainya.
Peran Perempuan dalam Ekonomi Masyarakat
Dalam situasi ekonomi kurang baik, dukungan masyarakat terutama keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat akan berdampak positif pada tatanan mekanisme ketahanan kemandirian ekonomi keluarga. Krisis ekonomi dan krisis moneter yang dialami bangsa ini berdampak negatif pada keluarga-keluarga di Indonesia. Perempuan sebagai pilar penting keluarga menanggung beban ganda. Pertama, menghadapi kenyataan suami yang ter-PHK, sehingga tidak mampu menafkahi keluarga. Kedua, sebagai pekerja, perempuan ter-PHK merasa tidak bisa membantu perekonomian keluarga. Belum lagi tekanan mental yang dihadapi pada semua persoalan krisis.
Kabar baiknya, secara kultur dan fakta empiris perempuan memiliki keunggulan prima dalam menghadapi krisis internal dan eksternal. Secara kultural perempuan mempunyai peran psikologis sebagai pemberi rasa nyaman keluarga. Perempuan memiliki etos pengorbanan tinggi untuk selalu mendahulukan kepentingan keluarga. Jika seorang perempuan bekerja mencari nafkah maka kegiatan itu dilakukan demi kesejahteraan keluarga.
Secara fakta empiris historis, perempuan mempunyai daya adaptasi lebih baik untuk menghadapi kemelut hidup. Perempuan dinilai lebih tabah dibanding pria. Perempuan sebagai istri menjalankan peran sebagai pengelola atau manajer rumah tangga. Tugasnya sangat krusial dalam mengatur pengeluaran keluarga. tindakan penghematan terbukti efektif sebagai bentuk pertahanan keluarga. Perempuan juga memiliki keuletan dan keluwesan yang didukung akses ke modal akan dapat menciptakan pasar kerja informal dan usaha kecil keluarga.
Membangun perempuan berarti membangun negara dan bangsa. Karena itu memantapkan ketahanan perempuan dan keluarga akan membawa dampak jangka panjang mengatasi berbagai krisis kehidupan. Usaha ini dapat dimulai dari perempuan dengan basis keluarga sebagai unit sasaran pembinaan. Perempuan bukan lagi sebagai aset pelengkap, sudah saatnya melihat perempuan sebagai aset strategis. Bukan hanya jumlah perempuan yang potensial, namun juga perspektif pemberdayaan perempuan akan berdampak pada ketahanan bangsa. Dengan demikian perempuan sebagai pilar bangsa dapat berperan untuk pembangunan dengan dimensi kesetaraan gender.
Menurut data BPS tahun 2010, persentase penduduk perempuan adalah 49,83%. Sebagai pencari nafkah, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Perempuan 38,58%, sedangkan TPAK laki-laki 61,42%. Dinamika TPAK perempuan dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi dan budaya. Sebagai aset sumberdaya manusia perempuan tetap mempunyai peran-peran strategis karena selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga mampu bekerja mencari nafkah. Namun karena perempuan banyak dibutuhkan di ranah domestik, maka sebagian besar perempuan menginginkan bekerja di lingkungan rumah. Peran perempuan yang menempatkan mereka sebagai pekerja domestik dan laki-laki sebagai pekerja sektor publik. Akibatnya banyak perempuan memilih mencari nafkah di lingkup rumah tangga atau di lahan pertanian milik keluarga.
Tingkat pendidikan perempuan desa usia 16-18 tahun atau setara SMU pada tahun 2010 sebanyak 61.57 % untuk perkotaan dan 47.88% untuk pedesaan. Artinya, perempuan desa mengalami kekurangan dalam hal akses pendidikan sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan di tempat-tempat yang mensyaratkan pendidikan minimal SMU. Karena itu perempuan desa banyak berdiam di desanya. Otomatis peluang pekerjaan tergantung dari keberadaan industri atau bisnis di desa tersebut. Jika ada kegiatan kelompok keterampilan atau sosial mereka sangat antusias untuk ikut karena pada dasarnya perempuan desa juga mempunyai etos kerja yang baik.
Menurut BPS 2004, perempuan lebih banyak bekerja di sektor primer (pertanian) yaitu 44,62%, di sektor skunder (perdagangan, keuangan dan jasa) sebanyak 28,57%, dan di sektor tertier (pertambangan, Industri, listrik, bangunan dan angkutan) sebanyak 28,57%. Sektor primer tidak terjadi terlalu banyak kesenjangan gender laki-laki dan perempuan, namun sektor skunder dan tertier kesenjangan cukup mencolok. Selain itu, perempuan juga lebih banyak bekerja di sektor informal 75,27% dibanding sektor formal 24,73%.
Melihat angka diatas, dan menimbang pentingnya peran perempuan dalam pemberdayaan ekonomi keluarga, maka potensi lapangan pekerjaan untuk perempuan masih perlu ditingkatkan. Pabrik Gula adalah industri yang sangat berpotensi menyediakan lapangan pekerjaan bagi perempuan desa-desa di sekitar Pabrk.
Peran Pabrik Gula dalam Pemberdayaan Perempuan
Industri gula menyediakan banyak aktivitas ekonomi dan membuka banyak peluang kerja. Berbagai proses yang ditempuh Pabrik Gula dari awal penyediaan bahan baku, pemrosesan hingga pemasaran hasil sangat padat karya. Saat ini, aktivitas Pabrik Gula lebih banyak memerlukan tenaga kerja laki-laki dibanding perempuan, terutama karena banyak pekerjaan yang memerlukan ketrampilan dan kekuatan fisik laki-laki. Namun tidak menutup kemungkinan, jika perempuan dibekali pengetahuan dan ketrampilan tentang pekerjaan industri gula, ada beberapa posisi pekerjaan yang bisa dialokasikan untuk tenaga kerja perempuan.
Pabrik gula membutuhkan banyak pasokan tebu pada musim giling. Kebutuhan tebu untuk bahan baku proses produksi gula cukup tinggi. PTPN X membutuhkan bahan baku tebu sekitar 5 – 7 juta ton tebu setiap tahunnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tebu, diperlukan tenaga yang bekerja di kebun tebu sebagai penanam tebu, penebang tebu, pengangkut tebu, dan sopir truck yang mengantarkan tebu ke pabrik. Pada tahapan selanjutnya, dibutuhkan tenaga produksi, tenaga pembantu produksi, maupun tenaga pengangkut gula dari gudang ke truck. Perempuan dapat mengambil posisi sebagai tenaga kerja yaitu pada bidang kerja yang bisa dilakukan oleh perempuan, misalnya menanam tebu, menyiangi rumput di sekitar ladang tebu, menyemprotkan pembasmi hama, melepas pelepah tua dan mengumpulkannya untuk pakan sapi atau atap rumbia, menyortir tebu, bagian penghitungan hasil dan penimbangan hasil.
Kecukupan tebu untuk proses industri gula diperoleh dari kebun milik Pabrik Gula, dan lahan sewaan milik warga sekitar. Kegiatan sewa lahan ini mendatangkan penghasilan bagi penduduk setempat. Dari kegiatan ini, pemilik lahan juga mendapatkan keuntungan lebih karena dapat melanjutkan budidaya yang sudah dilakukan oleh pabrik gula pada musim tanam berikutnya. Perempuan-perempuan desa dapat berperan membantu proses penanaman tebu yang dilakukan dilahan-lahan milik keluarga mereka.
Pada proses produksi di Pabrik Gula memang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Adapun alokasi pekerjaan untuk perempuan misalnya pada kegiatan pemeliharaan mesin – mesin pabrik , tenaga kebersihan, bagian penyortiran, bagian pengemasan dan bagian pemasaran. Tentu saja, semua posisi tersebut harus diawali dengan training oleh pihak manajemen pabrik guna memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan. Harapannya akan lebih banyak tenaga kerja perempuan di desa sekitar pabrik yang bisa bekerja di pabrik gula.
Dalam kaitannya dengan penerimaan tenaga kerja perempuan sebagai karyawan di Pabrik Gula, pihak Pabrik perlu melakukan beberapa penyesuaian. Misalnya pada peraturan terkait hak dan kewajiban tenaga kerja perempuan, standarisasi gaji dan upah, jam kerja dan aturan-aturan lain yang menyertainya.
Saat musim giling, aktivitas ekonomi yang muncul di sekitar pabrik gula menyebabkan kebutuhan makanan, minuman dan kebutuhan – kebutuhan lainnya, hal ini menciptakan peluang bagi perempuan sekitar pabrik gula untuk menjual barang – barang yang dibutuhkan oleh tenaga kerja pabrik.
Dengan membuka peluang lebih banyak untuk tenaga kerja perempuan, Pabrik Gula sebenarnya telah memanfaatkan aset sumber daya manusia yang sangat potensial untuk mendukung peningkatan produksi gula. Disisi lain, Pabrik Gula juga menjalankan perannya sebagai penggerak ekonomi daerah melalui pemberdayaan perempuan di desa sekitar Pabrik Gula.
Referensi :
Vitalaya, Aida. 2012. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. IPB Press.
www.ptpn10.com
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52087/F11mha_BAB%20I%20Pendahuluan.pdf?sequence=5
http://www.kabarbisnis.com/read/2835577
Foto dari http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/12/06/367970/4/2/P3GI_Targetkan_Produksi_100_Juta_Bibit_Tebu_Tahun_Depan
Komentar
Posting Komentar