Hari-hari pertama kuliah di Bogor, berkenalan dengan teman baru, banyak yang kecele dengan wajah saya.
"Kamu asalnya dari mana?" Tanya seseorang.
"Jawa, "Jawab saya
"Masa? Kirain dari Sunda atau Manado. Matanya juga kayak China," katanya.
"Bukan, saya 100 % asli Jawa," jelas saya.
"Ooo, ya ya ya, dari logatnya baru kelihatan medoknya. Tapi Jawa kok kulitnya putih?"
(Gubrak!!)
Berkenalan dengan teman-teman kuliah dari berbagai penjuru tanah air membuat saya membuka mata. Sebelumnya saya berdiam di Trenggalek, kota kecil terpencil di Jawa Timur. Begitu kuliah, saya berkenalan dengan orang Melayu, Batak, Minang, Sunda, Madura, Betawi, Bugis, Ambon dan lain-lain. Perlahan saya mengenali karakter umum orang dari daerah berbeda. Barulah saya mengerti, kenapa orang menebak saya berdarah Sunda atau Manado hanya dari melihat kulit.
Begitu mendengar logat saya, dugaan meleset semua. Dialeg medok khas orang Jawa asli. Bahkan tukang martabak yang tidak saya kenal sebelumnya menjawab pesanan saya dalam bahasa Jawa.
"Pesan martabak spesial, ya mas" kata saya.
"Nganggo Ndok Bebek opo Ndok Pitik mbak?" Tanyanya.
Bah! Cemana awak bisa sembunyi dari logat Jawa ini? Bersuamikan orang Medan pun tak mengubah dialek. Alih-alih saya terpengaruh dengan dialek Medan, eh, malah suami saya ikut-ikutan bilang Bogor dengan Mbogor, Besok dengan Mbesok. *bangga*
****
Dari cover lanjut ke isi.
Soal selera, lidah saya tidak bisa berbohong. Setiap beli nasi, baik warteg maupun warung padang, selalu nyari kerupuk dan tempe goreng. Suami saya heran, kebiasaan di Sumatera kerupuk itu untuk cemilan, bukan lauk.
Lagi-lagi ada yang kecele. Label orang Jawa suka manis tidak berlaku buat saya. Masakan di Trenggalek lebih pedas dari masakan Padang. Pas ditantang makan masakan Padang, ya saya santai saja.
Soal makanan, lidah saya bisa dibawa menikmati kebhinekaan jenis dan rasa makanan Indonesia. Dari Garang Asem yang pedas hingga Dodol garut yang manis saya suka. Dari jajanan Pempek Palembang sampai Siomay Bandung saya suka. Ssttt...puasa-puasa gini yang menjadi kembang tidur sehabis subuh adalah Pecel Madiun, Pindang Patin, Asinan Bogor, Serabi Solo, Sop Konro...alamaaak....
Jujur ya, walau banyak orang pada suka makan burger, spageti, pizza, pie, cake dan aneka makanan "Londo" (Belanda/ baca: bule) itu, buat saya Sate Ayam dan Rendang masih menjadi menu favorit.
***
Wajah boleh Sunda.
Lidah boleh Sumatera.
Logat boleh Jawa.
Nggak apa-apa. Malah bangga.
Karena diriku, Indonesia.
Boleh diuji, hati ini Indonesia.
Jika ada sekian kata menjelekkan bangsa ini, saya lebih mendengar kepada banyak kata yang memuji Indonesia.
Jika ada sekian jiwa yang merasa pesimis, bahkan apatis. Saya memilih optimis dan bangga. Bukan menutup mata pada kekurangan, tapi kenapa kita tidak melihat kelebihan Indonesia?
Hai, kita punya wisata alam yang tak kalah indahnya dan wisata kuliner yang juara. Nah, kalau wisata kota memang iya butuh dibenahi. Tapi nggak menyurutkan kebanggaan ini pada Indonesia. Kita punya batik yang mempesona, kita punya budaya yang mendunia, kita punya anak-anak bangsa yang berpotensi, dan kita puya produk-produk dalam negeri kualitas prima.
Seringkali hati ini geram, mendengar seseorang yang tinggal di luar negeri, memuji negara itu sedemikuan tinggi, dan menghina negara sendiri semaunya. Menurut saya, yang demikian itu ibarat kacang lupa kulitnya.Memuji negara orang silakan saja, tanpa harus menghina Indonesia. Jangan hanya bisa menghina, kembali dong ke tanah air dan berikan sumbangsih mu!
Boleh diuji hati ini Indonesia.
Saya memang belum pernah ke luar negeri (baca: negara maju) yang konon indah dan canggih, baru lihat dari TV. Buat saya, kekaguman pada negeri orang tidak menciutkan harapan kita pada negeri sendiri.
Ah teori! Ada yang bilang begitu ? Ada yang tidak percaya? Sok atuh buktikan, coba ajak saya ke luar negeri. (Hihihi... sekarang malah pake dialeg Sunda). Dan saya akan pulang dengan segenap kerinduan dan kebanggaan pada tanah air ini.
Karena, diriku Indonesia.
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
BalasHapusDicatat sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
kayak anak bungsu saya, Mak. Dulu banyak yang menyangka saya menikah dengan orang cina karena anak saya wajahnya seperti orang cina. Hehehe
BalasHapusIbunya juga kayak cina kok :))
Hapus