Seorang teman saya yang tengah melanjutkan studi di Jepang, sering upload foto-foto masakannya. Persepsi saya, dia memang sehari-hari memasak untuk keluarga, dan cukup sering memasak dalam jumlah banyak untuk event-event organisasi yang diikutinya di Jepang. Jadi sudah mirip-mirip katering gitu. Setahu saya memang dia pintar memasak, juga pintar menata sajian, tak heran jika tampilan masakannya cantik menggoda.
Lantas saya membandingkan dengan diri sendiri, yang rasa-rasanya memasak itu beban banget.
Niat hati ingin bisa memasak enak dan dikenang dalam ingatan anak-anak bahwa masakan mama paling enak (seperti saya terkenang masakan ibu). Tapi niat tidak berjalan mulus. Kenyataannya saya paling malas memikirkan bumbu-bumbu, dan entahlah, saya lebih baik menyetrika baju daripada memasak.
Membandingkan dengan teman saya yang jago masak tadi alih-alih membuat saya semangat, enggak juga. Hanya penasaran saja. Saking penasaran, saya tanyakan langsung ke teman saya itu, sesaat setelah dia upload foto terbaru.
Niat hati ingin bisa memasak enak dan dikenang dalam ingatan anak-anak bahwa masakan mama paling enak (seperti saya terkenang masakan ibu). Tapi niat tidak berjalan mulus. Kenyataannya saya paling malas memikirkan bumbu-bumbu, dan entahlah, saya lebih baik menyetrika baju daripada memasak.
Membandingkan dengan teman saya yang jago masak tadi alih-alih membuat saya semangat, enggak juga. Hanya penasaran saja. Saking penasaran, saya tanyakan langsung ke teman saya itu, sesaat setelah dia upload foto terbaru.
"Kamu kok bisa sih, kuliah, mengurus keluarga, masak setiap hari, terima pesanan pula. Gimana mengatur waktunya?" Tanya saya.
Saya kira dia akan menjawab : karena fasilitas di Jepang serba canggih, sistem masyarakat support pada ibu sehingga punya lebih banyak waktu memasak. Jawaban yang saya harapkan, agar saya yang selalu mengeluh terjebak kemacetan, plus malas memasak ini dapat pembenaran. Hihihi...
Bukan. Ternyata jawabannya di luar dugaan saya,
Saya kira dia akan menjawab : karena fasilitas di Jepang serba canggih, sistem masyarakat support pada ibu sehingga punya lebih banyak waktu memasak. Jawaban yang saya harapkan, agar saya yang selalu mengeluh terjebak kemacetan, plus malas memasak ini dapat pembenaran. Hihihi...
Bukan. Ternyata jawabannya di luar dugaan saya,
"Karena passion Rin, jadi pasti ada waktu dan senang melakukannya." Jawabnya.
Sudah. Saya nggak melanjutkan percakapan.
Karena passion, maka akan ada waktu, dan ide.
Karena passion, maka dengan rela seseorang mengerahkan energi sebisa mungkin.
Karena passion...
Karena passion, maka akan ada waktu, dan ide.
Karena passion, maka dengan rela seseorang mengerahkan energi sebisa mungkin.
Karena passion...
Baiklah, sepertinya memasak memang bukan passion saya. Memang sih, bisa dipelajari, bisa membuat masakan yang enak. Tapi moody.
*****
Passion.
Apa sih bedanya sama bakat?
Entahlah, saya malas mencari artinya dalam kamus. Contohnya mungkin begini, saya punya bakat menggambar naturalis, tetapi sekarang nggak mood melakukannya, lama-lama bakat kian terpendam dan mungkin hilang. Sedangkan passion, hm..apa ya..sesuatu yang dilakukan dengan "bergairah". Kalaupun dulunya belum bisa atau bukan bakat, tapi kemudian karena sedang seneng-senengnya lantas jadi bisa. Passion bisa berubah seiring perjalanan waktu.
Apa passion saya saat ini?
Menulis ? Blogging? Shopping? *wew*
Suka datang ke event? Eaaaaa....*nyerempet-nyerempet* hahaha
Beberapa teman saya bertanya sehubungan dengan aktifitas menulis dan blogging.
Pertanyaan teman sesama penulis/blogger :
"Gimana sih cara atur waktunya agar bisa produktif menulis dan ngeblog padahal sambil kerja kantoran juga ?"
Sementara teman kantor saya bertanya :
"Bu, kalau di malam suka begadang ya untuk menulis? Kalau pagi sering ada postingan baru" ---yang bertanya ini nggak tahu kalau postingan itu untuk lomba yang mepet deadline, hihihi..
Ada juga yang penasaran, seberapa lama saya butuh waktu untuk menyelesaikan satu tulisan. Terutama tulisan-tulisan untuk lomba yang biasanya panjang dan terkesan "serius" itu.
Percaya nggak, kalau saya bilang saya hanya butuh waktu 30 menit duduk manis di depan leptop untuk menulis sebuah postingan ? Pasti nggak percaya.
Betul, 30 menit duduk manis di depan leptop untuk benar-benar menulis. Paling sering ba'da Isya, malam deadline akan ditutup. Menulis 30 menit saja tanpa jeda. Anak-anak sudah makan malam lebih cepat. Sejak tiba di rumah saya bergerak cepat dengan tenaga super membereskan rumah dengan ilmu sapu jagat, wus..wus..wuss rapi! Suami pun sudah diberitahu bahwa malam tersebut saya akan mengejar deadline. Janji deh, pas anak-anak sudah tidur, menulispun beres *kode*. Biasanya saya sampaikan dengan penekanan target, "Malam ini mama mau kejar deadline untuk sebuah tulisan senilai Rp. XX.XXX.XXX, setengah jam saja tolong biarkan Mama sendiri". Sudah, setelah itu semua mengerti, anak-anak sibuk dengan aktivitas masing-masing, suami mengkondisikan agar saya fokus dalam 30 menit "berharga" itu.
30 menit? Masa sih?
Anda benar kalau tidak memercayainya.
Karena seminggu atau bahkan sebulan sebelum hari saya menulis, saya telah memikirkannya apa-apa yang mau saya tulis. Saya membuat kerangka tulisan dalam benak saya, membuat detailnya sambil beraktifitas lainnya. Ketika memasak saya memikirkan judul, saat setrika saya memikirkan poin-poin yang harus dijabarkan, saat menunggu angkot ngetem saya memikirkan sudut pandang yang berbeda. Memanfaatkan waktu luang untuk terus berpikir dan menyiapkan ancang-ancang. Maka ketika tiba waktunya menuangkan, semua ide itu seperti air yang dituangkan dari ember. Byur, selesai.
Cerita lain adalah tentang pekerjaan kantor. Ini passion juga, walau kadang-kadang di bawah tekanan. Tertekan tetapi senang dan rindu,hihihi.
Nikmat bekerja bagi saya adalah di saat mendapatkan tantangan menyelesaikan pekerjaan dan menyelesaikan masalah.
Terkesan banyak dan sibuk bangetkah?
Sebenarnya biasa saja. Walau scope pekerjaan banyak, kan seiring waktu semakin ahli. Sesuatu yang sudah ahli, butuh waktu lebih singkat dan memilih cara lebih efisien untuk melakukannya. Nggak berat-berat juga. Nggak sampai stres segimana-gimana.
See ? Passion yang sering dilakukan, menjadi ahli, menjadi mudah melakukannya.
Itu hanya dua contoh kasus saja tentang bagaimana saya mencari waktu dan mengerahkan ide untuk passion. Kalau sudah kepengen, otomatis kok kita mencari-cari jalan mendapatkannya. Jalan aman yang tentunya agar tidak kena "semprit", baik itu dari pihak keluarga di rumah, maupun bos di kantor.
Saya percaya, ketika passion itu muncul, seseorang akan mengupayakan mendapatkannya tanpa mengorbankan mereka yang dicintainya. Kalau passionnya sudah berhubungan dengan keluarga sih, tentunya nggak terlalu banyak benturan, misalnya passion memasak, momong anak, merapikan rumah. Aman deh!
Kalau passionnya butuh keluar rumah? Misalnya travelling, fotografi, arisan, atau hiking? Lalu anak dititip ke siapa? Atau kalaupun di rumah tetapi nggak nyambung sama pekerjaan rumah tangga? Misalnya bikin craft, menyulam, menjahit, menganyam yang akhirnya tekun seharian? Apa anak-anak nggak protes dicuekin?
Seringkali memang tidak mudah membayangkan kondisi keluarga lain kok bisa, sedangkan kondisi saya tidak memungkinkan. Tetapi ya fokus ke kondisi keluarga sendiri saja, masing-masing kita harusnya tahu karakter keluarga. Selanjutnya mainkan ide, gunakan waktu, kerahkan tenaga untuk memenuhi kebutuhan keluarga (terlebih dahulu) dan setelah itu kejar passion. Gunakan insting beradaptasi. *Insting?* hahaha..
Kalau nggak bisa juga? Ikhlaskan. Percayalah, Allah punya rencana lain yang lebih indah :)
Jadi kalau untuk hadir di event-event bagaimana? Anak dititip ke siapa? Suami dititip ke siapa? #Eh
Yaelah, untuk bekerja senin - jumat saya sudah bisa melakukannya, masa event yang hanya sesekali saja dibahas. Hehehe...
Pokoknya kalau udah passion, selalu ada waktu ...:)
BalasHapusHasrat yg mendesak..kudu bisa..kudu bisa..
Hapuspassion...membuat semuanya menjadi mungkin...
BalasHapusGak ada alasan lagi ya mbak
HapusJadi ke sea world agaknya nie, he he he
BalasHapusOh, jadi begitu ya, cara jenengan nulis. Baiklah, tak simpen dan ku coba. Makasih mbak
itu bukan di seaworld hehehe
HapusBetul, Mbak. Kalau sudah passion kita menjalaninya dengan happy dan ada gairah selalu. Berasa ada yang kurang kalau ga digawe :-)
BalasHapusKalau gak ada waktu ngerjainnya malah jadi jerawat.
HapusSetuju banget bahwa dg passion maka apa yg akn kita kerjakan itu menjadi lebih mudah..ringan dan menyenangkan..
BalasHapusMakin lama makin pinter ya mbak
HapusNice sharing Mba. Kalau saya hobby-nya jalan-jalan. Sharing tentang traveling adalah passion saya. Saya selalu bilang ama temen-temen di kantor untuk terus mencari passion mereka apa, to keep the light always on in their live.
BalasHapuspassion membuat kita tetap "hidup"
HapusPassion emang suka berubah-ubah tapi ya maaak. Dua bulan yang lalu aku suka banget bikin kue. Sekarang sukanya ngeblog dan dateng ke event.. *eaaaa x)*
BalasHapusiya bisa berubah
HapusEh ya ampuuun, 30 menit kelar? Cepet banget.
BalasHapusAku ngetik tok aja lama mba, belum ngopy ke blog, bikin title header.
Padahal berhari-hari sebelumnya dah bikin kerangka.. ��
Kelar lah..kan cuma 1000 kata.
HapusAku juga kayak gitu mbk ama suami, buat perjanjian dulu hehhe...
BalasHapusSupport suami nomor 1 ya mbak
Hapuskeren lah mbak Arin dalam waktu singkat bisa meghasilkan tulisan yg bagus, sering menang pula. Selamat ya mbak
BalasHapusKarena sudah dikonsep sebulan sebelumnya
Hapus30 mntt luar biasa, cari ide yg nggak biasa dan selalu menang. Mantap bngt mbak arin
BalasHapus30 menit itu eksekusinya
HapusSuka banget sama ulasannya Mbak Arin. Lagi butuh charger buat ngoptimalin passion. Kadang passion seseorang terbentur dengan asumsi masyarakat kebanyakan, heuheu.
BalasHapusYang penting halal mbak
HapusWahahaha, kalimat terakhir, setujuuuuu! Nujlepppppp tapi bener banget ^^
BalasHapusMemang kalimat terakhir itulah intinya hahaha
HapusJadi postingan ini diikutkan untuk lomba apa ?
BalasHapus... Gak nyambung ya komennya ... hehhehhehhehe
itu adeknya gaya apa bu, kok lucu bgt posenya hehehe
BalasHapuswooow...30 menit sajaa...
BalasHapusGa heran sih kalo mak arin nulis cuma 30 menit. Udah cem ngeretekin jari sih dia hahahah
BalasHapusluar biasa mba.
BalasHapustas kerja wanita