"Jika mendengar kata "kesehatan", apa yang ada dalam pikiran teman-teman? Coba gambarkan dalam maksimal 3 kata," Mas Yunaidi memulai kelasnya dengan pertanyaan tersebut.
Hari kedua Akademi Menulis Danone Blogger Academy (DBA), berlokasi di Gedung Cyber 2 Jakarta, hari yang membuat saya bersemangat. Hari itu dibuka dengan sesi Photo Blogging “Menangkap Fenomena Kesehatan di Sekitar Kita”, disampaikan oleh mas Yunaidi Joepoet, Photo Editor at Agency Fish and Colours, dan fotografer Majalah National Geography. Sosoknya masih muda, tetapi ilmunya membuat saya menjura.
"Cuci tangan!"
"Air minum !"
"Bersih !"
"Makanan sehat!"
"Mata berbinar!"
"Senyum!"
Adalah jawaban para akademia DBA. Pinter-pinter jawabannya. Tinggal bagaimana agar bisa terekspresikan dalam sebuah foto.
Fotografi, Tutur Visual bagi Yunaidi adalah medium untuk menginspirasi kepedulian terhadap planet yang kita tempati ini, baik dalam skala kecil maupun besar. Sudut pandang dalam membuat sebuah foto sangat personal, namun alangkah baiknya jika dilandasi dengan ilmu pengetahuan.
Sebuah foto yang baik seharusnya bisa diceritakan dalam satu kalimat. Kira-kira foto tersebut menggambarkan siapa sih? kondisi apa sih? sedang apa sih? Foto yang baik harus atraktif, ada subyeknya yang terkait dengan tempat maupun waktu, serta memiliki ikatan emosional yang kuat. Semua terkait menjadi satu sehingga foto tidak hanya cantik secara visual, tetapi juga bisa bertutur. Itulah hakekat dari tutur visual.
Karena kami dalam agenda belajar sebagai blogge kesehatan, maka fokus bahasan adalah mengenai foto kesehatan. Namun secara luas dapat diaplikasikan untuk foto keperluan lainnya juga.
Ada 3 pendekatan yang harus dilakukan sebelum sebuah foto diciptakan.
- Sebelum foto.
Ketika kita mendatangi sebuah lokasi dengan membawa maksud ingin memotret terkait isu kesehatan, kita tidak bisa asal jepret. Untuk itu, kita harus mempersiapkan topik apa saja yang ingin kita foto di lokasi. Topik ini diperkaya dari riset dan mencari referensi tentang tempat yang akan dikunjungi, kasus kesehatan yang akan diangkat dan poin-poin apa yang akan difoto. Blogger harus sudah punya catatan pribadi sebelum datang ke lokasi tentang apa saja yang akan difotonya nanti. Walaupun pada prakteknya akan berkembang lebih luas karena mungkin ada hal-hal baru diluar dugaan yang ditemukan di lokasi. Perencanaan sebelum foto ini juga menjadikan kegiatan memotret lebih efisien waktu dan tenaga. Setelah riset, blogger dapat mengupayakan pengambilan foto yang menghadirkan emosi baik itu sedih, ceria, berani ataupun takut. - Saat foto.
Teknik pengambilan gambar saat foto dimulai dengan foto pembuka (establishing shot), yaitu memotret dari kejauhan sehingga didapatkan gambar seluas-luasnya untuk merekam kondisi secara utuh. Kemudian dilanjutkan dengan medium shot, yaitu pengambilan gambar lebih dekat dan menceritakan situasi lebih rinci dan spesifik. Jika memungkinkan mendekati sumber berita, bisa dilakukan foto close up, atau portrait atau foto yang menggambarkan interaksi antara subyek dan obyek. - Sesudah foto.
Istilah yang digunakan oleh Mas Yunaidi adalah Kurasi Foto, merupakan bagian terpenting dari tutur visual. Dari ide awal yang dikembangkan hingga saat pemotretan dengan ragam pendekatan, saatnya tiba untuk memilih file foto terbaik yang layak dipilih untuk dijadikan cerita.
Tata letak penyusunan foto dalam sebuah blog juga sangat penting. Nah..catat ya teman-teman blogger. Karena penyusunan foto ini akan sangat mempengaruhi emosi pembaca. Foto pembuka hendaknya adalah foto yang langsung mewakili seluruh pokok pembahasan.
Mas Yunaidi menyarankan jangan terlalu menoton dengan menampilkan single image (Waduh, ini saya banget, Mas). Cobalah teknik double image dengan frame yang mendukung satu sama lain.
Pertanyaan-pertanyaan yang terjawab.
Sesi ini memancing banyak pertanyaan.
Uli Hape, salah satu akademia, menanyakan apakah diperbolehkan mempersiapkan obyek foto dengan make up dan arahan gaya sebelum foto? Kata mas Yunaidi, boleh. Asalkan tidak terlalu banyak mengubah kondisi obyek foto. Mengarahkan gaya juga sebatas mengatur posisi obyek dengan latar dan postur tubuh yang natural. Terlalu mengatur obyek justru dapat mengurangi kenaturalan foto.
Saya bertanya, bagaimana cara mengambil foto dalam situasi banyak orang seperti seminar atau kegiatan dalam kerumunan di ruang sempit? Mas Yunaidi menyarankan sebelum acara kita sudah mengetahui lokasi kegiatan sehingga sudah punya perencanaan akan mengambil gambar dari sudut mana. Sebaiknya mengambil foto dari arah depan peserta kegiatan, sehingga tampak apa yang mereka lakukan. Hindari mengambil foto tampak punggung saja.
Saya lagi-lagi bertanya, bagaimana cara selfie yang baik karena selama ini sering merasa jelek saat selfie. Mas Yunaidi menyarankan untuk menggunakan tongsis agar lengan tidak tampak besar dan foto tidak hanya tampak wajah. Selfie tetap harus kelihatan background lokasi agar orang tau sedang dimana sih kita ini sebenarnya. Kalau hanya tampak wajah, orang tidak tau kita foto di Yogya atau Belanda, sama aja. Selfie juga sebaiknya tegak lurus dari arah depan karena efek lensa yang dekat cenderung membuat pipi tembem.
Iyes, untuk saran selfie langsung dipraktekkan Mas. Makasih ya Mas...
Di akhir sesi fotografi peserta diminta memotret apa saja di sekitar ruang kelas di Cyber 2 dengan tema kesehatan. Dalam waktu 15 menit peserta hunting foto dan upload di instagram untuk mendapatkan komentar dan koreksi dari mas Yunaidi.
Baca juga cerita lengkapnya : Akademia Menulis Danone Blogger Academy
Tipsnya useful. Terutama tentang konsep foto before-during-and post production. Mau ambil foto tentang apapun, konsepnya kudu jelas. Supaya bantu melancarkan tutur visualnya. Aku menyadari ini setelah ikut beberapa workshop ^_^
BalasHapusYup..seringkali kalau gak dipersiapkan jadinya kebanyakan jepret pas sampai rumah eeeh...fotonya gak kepakai
Hapus