Tersesat di hutan tidak akan membuatmu kelaparan.
Karena hutan adalah lumbung pangan.
Saya suka menonton acara-acara reality show tentang forest survival, bagaimana sekelompok orang mampu bertahan hidup di hutan dengan peralatan minimal.
Dan saya pun membayangkan, suatu ketika, saya berada di sebuah kawasan hutan tropis.
Anggap saja tak ada hewan buas di sana, sehingga saya menyusuri hutan tanpa takut.
Sampai waktu matahari lurus tepat di atas kepala. Perut pun mulai bersuara, meminta haknya. Lapar.
Waktunya makan. Tapi makan apa?
Umbi! Ya, cari umbi! Pasti banyak umbi di antara daun-daun merambat yang ada di permukaan tanah. Tak butuh waktu lama, saya menemukan tanaman menjalar yang daunnya menyerupai sirih. Saya mecoba mengais-ngais tanah dengan batu pipih, jari ini menyentuh sebongkah umbi berwarna hitam, berbentuk tak beraturan. Keribang! Ini adalah salah satu makanan favorit saya. Gurih. Empuk dan mengenyangkan.
Keribang atau dikenal sebagai Uwi Kelapa (Dioscorea sp.). Sejenis umbi berdaging ungu, kaya antioksidan, merupakan tanaman sumber karbohidrat yang banyak ditemukan di hutan-hutan tropis. Oleh penduduk Pontianak dan sekitarnya, Keribang dimasak sebagai sup dengan kuah yang gurih. Banyak juga yang mengukusnya untuk sumber karbohidrat. Keribang kukus, hm...enaaak!
Keribang kukus tambah enak kalau dikukus bersama daun pandan. Tak sulit menemukan daun pandan di hutan yang lembab. Daun pandan membuat masakan menjadi harum dan gurih.
Keribang kukus panas aromanya menyeruak begitu diangkat dari dandang. Apalagi yang cocok menjadi penyempurnanya?
Madu!
Saya pun menebarkan pandangan ke atas, mencari-cari rumah lebah yang biasanya bergelantungan di ranting pohon. Terlihat satu sarang lebah di ranting pohon. Hm, ini cukup beresiko, mengambil sarang lebah dengan tangan kosong. Anggap saja saya lagi beruntung, sarang lebah itu sudah ditinggalkan penghuninya, tinggal hexagon-hexagon kosong dengan madu meleleh dari dalamnya. Sebatang galah kayu panjang berhasil membuat sarang lebah itu tergapai.
Madu hutan dihasilkan oleh jenis lebah apis dorsata, lebah terbesar yang berukuran sekitar satu sentimer sampai 2,5 cm. Lebah hutan ini sangat produktif menghasilkan madu. Mereka hidup di kawasan-kawasan hutan sub tropis dan tropis. Hutan Indonesia salah satunya.
Lebah madu hutan mengambil nektar dari berbagai jenis pohon di hutan sehingga rasa madu yang dihasilkan sangat bervariasi. Madu hutan merupakan produk organik karena mengambil makanan langsung dari alam yang tidak terkontaminasi bahan kimia.
Manfaat madu bagi kesehatan tidak diragukan lagi. Madu berguna sebagai antioksidan dan antitoksik sehingga sangat bagus untuk proses detox tubuh. Madu dapat meningkatkan imunitas tubuh seseorang, sekaligus juga sebagai menjadi nutrisi penting untuk proses penyembuhan.
Untuk menambahkan aroma wangi yang khas, saya membutuhkan kayu manis. Berjalanlah saya beberapa meter sekeliling. Lagi-lagi beruntung, sebatang pohon kayu manis terlihat di depan mata. Saya mencari cari ditanah, adakah gulungan kayu manis yang telah kering. Kalau yang masih di pohon perlu dikelupas dan dikeringkan dulu beberapa hari. Untungnya saya menemukan yang sudah kering. Kayu manis kering itu saya tumbuh dengan batu dan ditaburkan di atas keribang kukus tadi.
Kayu Manis adalah rempah unggulan Indonesia. 85% kayu manis di pasar dunia berasal dari Indonesia. Sesuai namanya, kayu manis rasanya manis. Kayu manis diambil dari kulit kayu dari pohon cemara genus Cinnamomum. Para petani hutan mengelupas bagian kulit luar pohon dan juga sebagian kulit dalamnya untuk mendapatkan lapisan kayumanis. Selanjutnya kayu tersebut dikeringkan hingga menggulung secara alami. Kayu manis yang sudah kering inilah yang dijual dalam bentuk gulungan kayu atau ditumbuk hingga menjadi serbuk tabur.
Khasiat kayu manis dapat meningkatkan kerja otak, mengontrol gula darah, menurunkan kolesterol, mencegah penggumpalan darah dan mencegah kanker. Tak heran jika kayu manis sering ditambahkan dalam minuman-minuman herbal.
Lengkap sudah masakan saya. Keribang kukus madu kayu manis. Tadaaaa !
Ssst, sebenarnya saya sedang di meja dapur, membuat cemilan sore pendamping kopi.
Saya suka mengukus umbi-umbian (salah satunya keribang ini) karena cara masaknya mudah sekali.
Berhubung saya penyuka kopi tubruk, maka keribang kukus ini sangat cocok untuk makanan pendamping minum kopi. Rasanya enak, teksturnya empuk padat dan hangat di mulut. Selain enak, ketiga bahan utama (keribang, madu dan kayu manis) memiliki khasiat yang baik bagi kesehatan.
Keribang ini cukup langka sekarang. Diantara ada banyak varietas uwi dan talas, keribang salah satunya. Dan sayangnya, tidak semua orang terutama generasi muda mengenalnya. Hiks..sedih ya, jangan sampai anak cucu kita tidak mengenal umbi-umbian dari hutan.
Itu baru sebuah masakan sederhana beberapa jenis pangan hutan.
Lihatlah, betapa hutan melimpahi kita dengan ragam pangan.
Mata saya meyusuri satu demi satu wadah-wadah yang ada di dapur.
Bubuk coklat yang berasal dari pohon kakao, kopi, gula aren, merica, ketumbar, pala, jahe, lengkuas, kencur, keluwek, dan banyak lagi. Itu baru di deretan per-bumbu-an yang sering saya gunakan sehari-hari.
Merembet ke kulkas dan menge-list apa yang ada di dalamnya: jamur kancing, kecombrang, daun pakis, petai, jengkol (ups!) adalah sebagian dari sayur-sayuran yang sumbernya dari tanaman hutan.
Pada silih berganti mengisi keranjang buah-buahan ada matoa (buah tiga rasa dari Papua), jambu air merah nan segar dan renyah, salak, cempedak, pisang, dan durian!
Btw, durian masih menjadi buah paling saya sukai. Kebetulan saat ini lagi musim. Selalu ada stock buah durian di rumah saya dalam dua bulan terakhir. Namun saya hanya berani makan durian sedikit demi sedikit dalam sehari. Karena rasanya sangat manis, sebaiknya dikontrol jumlah konsumsinya.
Ya, dapur saya penuh dengan pangan dari hutan. Masakan yang saya sajikan sehari-hari tak lepas dari bahan bersumber dari hutan.
Matoa, buah 3 rasa |
King of fruit, Durian |
Lihat saja dalam semangkuk gulai ikan ini. Ada setidaknya 3-4 bumbu rempah bersumber dari hutan.
Gulai ikan patin ini merupakan masakan favorit keluarga untuk kategori lauk. Cara masaknya simpel rasanya enak dan gizinya bagus untuk pertumbuhan anak-anak.
Sadarkah kita, hutan sumber pangan sehari-hari.
Sayangnya kita tidak selalu menyadarinya. Kita seringkali menganggap hutan isinya hanya pohon-pohon besar berkayu. Padahal di bawah naungan pohon itu, ada keanekaragaman hayati di dalamnya. Hutan dipenuhi dengan beraneka jenis pangan yang dibutuhkan manusia. Dan karena kebutuhan tersebut, banyak tanaman hutan yang dibudidayakan di pertanian dan perkebunan di sekitar hutan.
Jalan panjang dari hutan ke dapur.
Untungnya, cerita perjuangan memasak keribang kukus di atas hanyalah khayalan saya semata. Saya tidak perlu ke hutan langsung untuk mendapatkan bahan pangan itu semua. Saya bisa mendapatkannya di pasar tradisional maupun pasar modern dekat rumah saya. Begitupun bumbu-bumbu yang berasal dari hutan. Kebanyakan telah dikemas dalam bentuk siap pakai.
Tapi ingatkah kita, ada jalan panjang yang ditempuh sebelum pangan hutan itu tiba di dapur kita.
Pangan dari Hutan yang dijual di Swalayan |
Ada perjuangan para petani hutan yang mengambil langsung aneka umbi, rempah dan buah-buahan dari hutan. Mereka harus masuk hingga ke dalam hutan untuk menemukan sumber makanan tersebut. Jumlahnya tentu tidak sebanyak kebutuhan pasar, karena itu pangan hutan sedikit lebih mahal. Beberapa tanaman hutan dapat dibawa bibitnya dan dibudidayakan di ladang atau kebun di sekitaran hutan. Praktek agroforestri ini dapat meningkatkan jumlah produksi pangan hutan.
Di balik manisnya madu hutan, ada perjuangan pengumpul madu yang dengan berani memanennya dari sarang lebah liar di ketinggian pohon dengan tali dan peralatan lainnya. Mereka sudah sangat mahir melakukannya. Setiap daerah berbeda-beda caranya, dengan mematuhi kearifan lokal di dalamnya. Ada yang memanennya pada malam hari sambil menyalakan obor. Pekerjaan beresiko yang membuahkan hasil yang manis. Sehingga kita bisa menikmati kelezatan dan khasiat madu hutan. Sarang-sarang lebah berisi madu pun berhasil dipindahkan ke ember-ember penampung. Sarang yang berisi nektar dan larva lebih dibiarkan tetap lestari untuk dapat melanjutkan membuat sarang dan memproduksi madu lebah berikutnya.
Dan agar pangan hutan terus ada, ada pejuang konservasi yang selalu memperhatikan kondisi ekosistem hutan dan lingkungan di sekitarnya.
Besarnya kebutuhan akan pangan hutan secara terus menerus, membuat para petani meningkatkan luas lahan pertaniannya. Untuk perluasan itu dilakukan penebangan hutan. Dan untuk mendapatkan produksi dalam jumlah banyak, dilakukanlah pertanian monokultur dari bibit tanaman yang didapatkan dari hutan. Pertanaman monokultur inilah yang mengancam keseimbangan ekosistem secara umum.
Karena itu perlu hadirnya pihak-pihak yang peduli pada konservasi hutan. Mereka hadir untuk meneliti dan mencari solusi bagi permasalahan kehutanan. Mereka juga hadir untuk memberikan edukasi kepada petani hutan dan masyarakat setempat agar ikut menjaga hutan dengan langkah-langkah kongret.
Satu lembaga peduli konservasi hutan adalah WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). Sejak 1980 hingga saat ini, WALHI terus berjuang dalam upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam Indonesia. Dengan tantangan jaman yang semakin berat, dibutuhkan gerakan sosial yang kuat dan luas untuk secara bersama-sama memperjuangkan keadilan ekonomi, sosial dan ekologis untuk generasi hari ini dan generasi mendatang. Di situlah WALHI memastikan dirinya menjadi bagian utama dari gerakan ini.
Ada empat kampanye utama WALHI yaitu :
- Perlambatan perubahan iklim dan mencegah terjadinya bencana
- Konservasi hutan dan pesisir Indonesia
- Mewujudkan kedaulatan pangan dan energi masyarakat Indonesia
- Menjaga kawasan ekosistem esensial.
Terimakasih kepada mereka yang membuat saya bisa mengonsumsi aneka pangan hutan dengan mudah.
Peran hutan untuk ketahanan pangan.
Hutan berperan langsung maupun tidak langsung dalam ketahanan pangan. Peran langsung seperti digambarkan di atas, dimana produk pangan hutan yang beraneka ragam dapat dihadirkan kepada konsumen. Hutan menyediakan pangan dalam kuantitas dan kualitas yang baik berupa buah, sayur, kacang, jamur, pakan ternak, pangan hewani dan jaring pengaman.
Adapun peran tidak langsung berupa sokongan hutan dalam keseimbangan ekosistem pertanian di sekitarnya. Hutan memberikan jasa dengan menjaga habitat hewan sehingga hewan tidak turun ke pemukiman dan menjadi hama. Hutan juga menjaga kecukupan air tanah bagi lahan-lahan di sekitar hutan. Dan yang utama, hutan menjaga keberadaan keanekaragaman hayati plasma nutfah di dalamnya agar tidak punah. Jadi melestarikan hutan sama dengan mengembangkan pertanian.
Mau pangan dari hutan tetap bisa dinikmati? Ini yang bisa kita lakukan :
- Mengurangi penggunaan tissu dan kertas yang terbuat dari kayu hutan, agar penebangan hutan berkurang.
- Mengurangi penggunaan BBM pada mobil pribadi dan beralih pada kendaraan umum untuk mengurangi polusi sebagai salah satu penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.
- Menggunakan air secara bijak untuk membantu menjaga jumlah air bersih di alam.
- Mengurangi produksi sampah dan jejak karbon di bumi yang turut andil dalam kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
- Diversifikasi pangan sehingga mengurangi kecenderungan praktik pertanian monokultur dan mendorong pertanian multikultur sehingga mengembalikan keseimbangan alam.
**
Sesungguhnya, saya bukan petualang yang suka masuk ke hutan. Melihat ulat aja takut, apalagi masuk ke hutan untuk mencari sumber pangan hutan. Tapi saya sukaaaa sekali dengan pangan dari hutan yang rasanya lebih original dan manis. Karena itu saya senang sekali pergi ke toko swalayan yang banyak menjual produk-produk makanan dari hutan. Seringkali saya menemukan jenis-jenis buah atau sayur yang belum saya kenal sebelumnya.
Sekali lagi, terimakasih untuk mereka yang telah berkontribusi pada hadirnya pangan hutan di dapur saya. :)
Jadi, please, please ayo kita lestarikan bersama hutan sebagai sumber pangan.
Bagaimana, bisa kan? Bisa dong. Kelimpahan pangan dari hutan untuk kelezatan masakan kita. :)
Hutan di tepi kota Bogor. |
Tulisan ini diikutkan dalam Forest Cuisine Blog Competition "Hutan adalah Sumber Pangan"
yang diselenggarakan Walhi dan Blogger Perempuan Network.
Referensi :
https://walhi.or.id/
http://flora-kampung.blogspot.com/2014/03/uwi-kelapa-atau-keribang.html
Duh duriannya menggoda...banyak ya bahan pangan dr hutan tp kadang ga nyadar itu dr hutan spt vanili
BalasHapusWaah aku malah belum pernah makan matoa. Rasanya seperti apa ya Mbak?
BalasHapusBy the way banyak juga ya hasil hutan dijual di swalayan sekarang.
Sering nggak terbayang kalau bahan pangan yang tersedia di supermarket itu melalui jalan panjang dari hutan hingga bisa dinikmati
BalasHapusMasya Allah, banyak pangan hasil hutan yg Saya baru tau, setelah mampir ke blog Mba Arin ini. Keribang ini macam ubi ungu ya. Kalau matoa Saya pernah makan. Moga sampai kapanpun pangan2 unik ini selalu menjadi bagian dari keunikan kuliner Indonesia juga.
BalasHapus